MALANG POSCO MEDIA – Meramu solusi terbaik untuk layanan kesehatan masyarakat. Itu tak mudah. Perlu kehati-hatian dalam perencanaan anggaran dan pelaksanaannya. Terutama penerima bantuan iuran daerah (PBID) BPJS kesehatan. Pengamat Kebijakan Publik Dr Nuruddin Hady mengingatkan agar hati-hati menggagas program pelayanan publik. Apalagi berkaitan dengan bidang kesehatan.
“Karena itulah persoalan nyata yang ada harusnya menjadi acuan dewan, khususnya memberikan dorongan dan merinci kebutuhan publik. Sehingga terwujud perencanaan yang baik,” katanya.
Contohnya sudah ada. Yakni penonaktifan 679 ribu warga dalam program PBID menimbulkan gejolak di masyarakat.
“Berikutnya persoalan pembuktian yang mengharuskan mereka mengurus administrasi yang tak mudah. Karena orang sakit dan itu orang miskin sakit, tetap tidak bisa ditunda,” ungkap dosen UM ini.
Nurudin berpendapat, pengaktifan PBID peserta yang miskin tidak harus menunggu 1 September 2023. Sebab data peserta PBID yang sebelumnya terjamin dengan data dari Dinas Sosial Kabupaten Malang sudah ada sebanyak 181 ribu orang pada Februari 2023.
“Idealnya verifikasi data bisa sambil berjalan. Kemudian yang sudah terverifikasi langsung diaktifkan lagi. Termasuk data yang dipastikan miskin dengan mereka yang terdata PBID. Karena penonaktifan yang kasarannya pukul rata merugikan masyarakat. Masyarakat yang miskin dan membutuhkan tetap terkena penonaktifan,” kritiknya.
Ia berharap agar pemerintah daerah tidak hanya berupaya meraih penghargaan dengan pelayanan kesehatan yang memiliki problem pada data valid.
“Solusi terbaik perlu dicari, karena data dari awal tidak valid menjadi tidak teridentifikasi. Bisa jadi tidak masuk semua data 181 ribu PBID itu miskin. Karena kenyataannya hari ini sudah 679 ribu dinyatakan menjadi tiga kali lipat warga miskin kalau dari perkiraan,” tuturnya.
Seharusnya, lanjut Nuruddin, kebijakan yang diambil tidak serta merta menonaktifkan peserta BPJS PBID. Jika sekalipun harus menonaktifkan, mestinya tetap mengaktifkan 181.921 penerima yang tercover dan valid. Sementara dalam penjalanan verifikasi, data-data yang sudah tervalidasi seharusnya segera diaktifkan sistemnya. Sehingga bisa digunakan masyarakat yang membutuhkan.
“Saya mendorong dewan khususnya persoalan kesehatan ini agar ditekan tidak perlu menunggu selesai segera diaktifkan. Sebatas data yang sudah ada divalidasi,” kata dia.
Setiap pengambilan kebijakan sejak perencanaan dan pengambilan data, kata Nuruddin, DPRD harusnya memegang kontrol dan memiliki laporan. Hak itu dapat dilakukan secara rutin. Terutama yang berkaitan dengan perkembangan penduduk, rakyat miskin yang memiliki permasalahan kesehatan dan masalah lain seperti ekonomi dan pendidikan.
“Atasi problem kemiskinan perlu kesiapan. Karena kompleks. Ada masalah ekonomi dan dialami masyarakat kabupaten yang di pelosok,” katanya.
“Mereka sehat tapi sulit sekolah bahkan makan. Sehingga daripada ketidaktepatan yang terjadi pada 679 ribu PBID namun membengkak anggaran dan sia-sia, selayaknya masyarakat miskin dibantu dari di luar aspek kesehatan juga,” sambung Nuruddin.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Wiyanto Wijoyo tak hadir dalam diskusi rutin Malang Posco Media tersebut. Dikonfirmasi terpisah, Wiyanto mengatakan bahwa ada yang perlu dibenahi memang dalam penerimaan secara selektif sesuai kriteria masyarakat miskin. Sementara dalam hal komunikasi publik masyarakat heboh dengan pemberitaan yang ada dan perbincangan di media sosial.
Sehingga perlu sosialisasi lebih baik ke depan untuk pengambilan kebijakan serupa. Ia juga menyadari masih banyak kekurangan dalam pendataan. Akibatnya berpengaruhnya pada perencanaan kebijakan.
“Sekarang ini sudah dalam proses verifikasi oleh Dinsos. Sebenarnya kriteria miskin itu gampang-gampang susah. Dari Dinsos itu kriterianya begini, BKKBN begini. Ini ya mungkin dari kekurangan verifikasi ada yang rumahnya listriknya 450 watt. Kalau seperti itu memang sangat kurang. Banyak juga yang dimaklumi kalau saat sakit jadi miskin. Apalagi dampak tagihannya puluhan juta,” kata Wiyanto.
Ia mengakui adanya beban anggaran yang ditimbulkan. Sementara itu data meninggal dunia mencapai 50 ribu lebih yang termasuk PBID. Hal ini yang mengharuskan verifikasi dilakukan dengan cermat serta perlu penonaktifan sementara. Ia menekankan kepada kepala desa dan camat untuk benar-benar memilah sesuai kriteria kemiskinan.
“Iya, karena dari BPJS mereset sistem dan berkoordinasi dengan kami nanti per awal bulan. Kami tak bisa memasukkan yang PBID terus langsung aktif. Harus tunggu akhir bulan. Harapannya pembenahan ini bisa benar-benar menjadi lebih baik. Terutama agar segera bisa dikurasi mana yang berhak, benar-benar miskin atau yang tidak miskin tapi jadi miskin,” imbuhnya. (tyo/van)