Para kandidat capres-cawapres menggunakan beragam cara guna merebut hati para pemilih muda. Mereka mulai rajin berkampanye lewat beragam platform media sosial (medsos). Ada yang aktif berkampanye di Twitter (X), Instagram (IG), dan TikTok. Medsos sengaja dioptimalkan para politisi dan tim suksesnya dalam kontestasi pemilu guna merebut hati para milenial dan generasi Z.
Merujuk data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa pemilih muda mendominasi daftar pemilih tetap pada pemilu 2024 ini. Sebanyak 33,6 persen pemilih adalah generasi milenial (kelahiran tahun 1980 hingga 1994), dan 22,85 persen adalah pemilih dari generasi Z (kelahiran tahun 1995 hingga 2000-an). Jumlah ini merupakan representasi pemilih muda paling besar dalam sejarah pemilu di Indonesia.
Jumlah pemilih tetap pemilu mendatang sebanyak 204.807.222 orang. Nama-nama mereka tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT). Ada 46.800.161 orang pemilih (22,85 persen) berkategori generasi Z. Sebagian dari mereka akan memilih untuk pertama kalinya, dengan rentang usia 17-21 tahun pada saat pencoblosan. Jika dilihat dari jumlahnya, keberadaan pemilih muda sangat penting diperhitungkan.
Pengguna Aktif Medsos
Hasil survei terbaru menunjukkan bahwa generasi muda saat ini adalah pengguna internet aktif. Mereka dapat berselancar di internet hingga lebih dari delapan jam setiap hari. Kebanyakan di antara anak muda itu mengakses konten hiburan, seperti film, musik, komedi, olahraga, dan gaya hidup. Generasi muda, terutama generasi Z, kurang tertarik konten politik. Tak sedikit anak muda yang apatis terhadap politik.
Dampak dari aktifnya generasi muda di medsos adalah sikap politik generasi muda yang mudah berubah-ubah. Mereka sangat tergantung pada informasi apa yang ramai diperbincangkan di ruang maya. Perubahan sikap dan preferensi politik anak muda banyak dipengaruhi oleh tren informasi yang beredar di medsos. Hal inilah yang menjadikan banyak politisi berebut hati pemilih muda dengan tebar pesona lewat medsos.
Pola interaksi pemilih capres dengan konsumsi media menunjukkan kecenderungan kuatnya pengaruh medsos sebagai rujukan informasi serta pertimbangan menentukan pilihan. Strategi kampanye dengan menggunakan medsos berpotensi efektif menjangkau calon pemilih muda. Penggunaan medsos dapat melengkapi strategi kampanye yang menggunakan alat-alat kampanye konvensional seperti baliho dan spanduk.
Merujuk pada Jan Kleinnijenhuis dan Van Hoof (2021) yang menyatakan bahwa dalam politik modern, preferensi politik pemilih dalam hubungannya dengan penggunaan media tak selalu bersifat tunggal. Preferensi politik dibentuk melalui kombinasi efek media konvensional dan medsos. Kekuatan kampanye melalui ruang-ruang maya tetap penting dibarengi dengan kampanye dunia nyata model terjun langsung dan tatap muka dengan konstituen.
Pemilih Bimbang
Di antara calon pemilih yang tergolong masih bimbang dan belum menentukan pilihan adalah kelompok anak muda. Pemilih bimbang adalah pemilih yang belum menentukan pilihannya pada saat pemilu. Pemilih yang terkategori dalam pemilih bimbang dikenal dua golongan yakni swing voters dan undecided voters.
Undecided voters adalah pemilih yang benar-benar belum memiliki pilihan. Pemilih kelompok ini biasanya masih mempertimbangkan berbagai faktor, seperti visi dan misi, program kerja, rekam jejak (track record), dan kepribadian sang kandidat.
Sementara swing voters adalah calon pemilih yang sudah memiliki pilihan, tetapi pilihannya masih bisa berubah. Karakter calon pemilih ini biasanya akan mengubah pilihannya berdasarkan dinamika politik yang terjadi.
Merujuk pada survei Litbang Kompas pada 29 November-4 Desember 2023, jumlah pemilih bimbang di pemilu 2024 mencapai 28,7 persen. Jumlah ini meningkat signifikan dari survei sebelumnya yang hanya 15,4 persen. Sebaran pemilih bimbang di pemilu 2024 didominasi oleh pemilih muda, yaitu sebesar 37,2 persen untuk pemilih usia 17-24 tahun dan 31,3 persen untuk pemilih usia 25-39 tahun.
Masifnya pemilih bimbang ini menjadi tantangan serius bagi partai politik dan tim sukses pasangan capres-cawapres. Mereka dituntut mampu menyampaikan pesan-pesan kampanye politiknya dengan cara yang mudah dipahami oleh pemilih bimbang. Pemilihan media kampanye yang disesuaikan dengan kelompok pemilih bimbang menjadi cara yang tepat. Penggunaan medsos menjadi cara jitu kampanye guna menyasar kelompok pemilih bimbang.
Namun yang penting diperhatikan dalam kampanye di medsos adalah tak hanya menonjolkan populisme dan kampanye dangkal yang lebih mengedepankan gaya dan pencitraan semata. Sang politisi perlu berkampanye dengan mengutamakan substansi lewat beragam program yang menyasar anak muda. Jadi kampanye buka saja cara delivery pesan dengan menggunakan media yang akrab dengan anak muda saja, namun faktor isi pesan yang diusung lewat aneka program juga harus pro mereka.
Keberadaan pemilih muda jadi kunci keberhasilan pemilu 2024 dan dapat menentukan arah politik nasional. Untuk itu, anak muda perlu menjadi pemilih yang cermat, cerdas, dan kritis. Kalau sikap itu tak dimiliki anak-anak muda maka para politikus oportunis akan memanfaatkan suara para muda untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka secara tak bertanggungjawab. Wahai kaum muda, waspadalah! (*)