spot_img
Sunday, April 20, 2025
spot_img

Pakar Hukum dan Guru Besar di Malang Dukung Pengesahan RKUHAP, Harus Jadi Pilar Hukum Formil

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG– Revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi sorotan berbagai pihak, karena dirasa lebih akomodatif. Seperti halnya saat momen Seminar Nasional (Semnas) bertajuk ‘Implikasi RKUHAP Terhadap Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum (LPH) yang Bermartabat dan Berintegritas’, yang digelar Kantor Hukum Aullia Tri Koerniawati & Rekan bersama PERADI di Ijen Suites, Kamis (17/4) pagi.

Seminar ini menghadirkan para pakar dan akademisi hukum dari berbagai institusi. Salah satunya, Guru Besar dari Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, SH, MS, yang menekankan bahwa KUHAP sebagai lex generalis perlu segera dituntaskan agar harmonisasi dengan undang-undang sektoral lainnya seperti UU Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan Advokat bisa berjalan selaras.

-Advertisement- HUT

“KUHAP sebagai hukum acara pidana harus selesai sebelum 1 Januari 2026, seiring dengan berlakunya KUHP baru. KUHAP ini adalah hukum formil, dan sebagai lex generalis ia wajib mengakomodasi hukum material yang spesifik. Jangan sampai tumpang tindih,” tegasnya.

Dalam seminar ini juga menyoroti pentingnya pembagian kewenangan secara jelas antara penyidik dan penuntut umum. Dalam sistem peradilan pidana, polisi menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan di lapangan dengan berbagai risiko, sementara jaksa seharusnya fokus pada fungsi penuntutan. “Jangan sampai tumpang tindih. Jaksa bekerja di meja, mengolah berkas dari hasil penyidikan, bukan mengendalikan seluruh proses perkara,” lanjutnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. Dr. Tongat, SH, M.Hum, menyoroti hakikat hukum sebagai representasi kehendak masyarakat yang tak selalu bisa dirumuskan secara utuh dalam undang-undang. Ia mengutip pemikiran Prof. Satjipto Rahardjo, bahwa undang-undang pada dasarnya “cacat sejak lahir” karena tidak pernah sepenuhnya mencerminkan kenyataan sosial.

“Hukum itu terus menjadi. Ia tidak pernah selesai, tetapi terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat. Maka, RKUHAP harus didorong agar bisa secepatnya disahkan dan menjadi pijakan yang relevan,” jelas Tongat.

Dari sudut pandang keabsahan penegakan hukum, Prof. Dr. Sadjijono, SH, M.H, menjelaskan pentingnya KUHAP sebagai tolok ukur sah atau tidaknya suatu tindakan aparat penegak hukum (APH). Ia menyebut KUHAP sebagai “buku putih” yang menjadi instrumen keabsahan seluruh proses hukum pidana. “RKUHAP ini dibahas sejak 2023 dan kini sudah memasuki tahap draf akhir. Kita harap ini menjadi pedoman hukum acara yang bukan hanya mendekati sempurna, tetapi juga berakar pada kultur hukum kita,” paparnya.

RKUHAP diharapkan mampu menjawab tantangan era hukum modern, dengan menekankan keadilan prosedural, kejelasan wewenang antar lembaga, serta perlindungan hak-hak masyarakat dalam proses hukum. Seminar ini sekaligus menjadi ruang kritik dan sumbang saran dari para akademisi serta praktisi hukum untuk memastikan regulasi yang akan disahkan benar-benar mencerminkan kebutuhan hukum nasional. (hud/udi)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img