MALANG POSCO MEDIA – Dasar negara Pancasila terbukti nyata dan efektif dalam menghadapi permasalahan baik lokal maupun global. Secara lokal dapat terbukti dengan bagaimana negara berperan aktif dalam upaya penghentian wabah Covid 19 dan dalam upaya pemulihan masalah multidimensional yang dihadapi masyarakat Pasca Pandemi.
‘’Selain itu, jika melihat jauh ke belakang sudah lebih dahulu Indonesia dengan Pancasila-nya dapat menjadi jawaban atas problem global saat itu yaitu kolonialisme,’’ tegas Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr.Antonius Benny Susetyo dalam Talkshow dengan tema ‘Gotong Royong Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global’ di Universitas Brawijaya baru-baru ini.
Talkshow ini merupakan rangkaian kegiatan Bulan Pancasila yang mengetengahkan kegiatan lomba esai, kirab dan Pagelaran Kesenian juga menghadirkan Mujtaba Hamdi (Direktur Eksekutif Wahid Institute), Rahmat Kriyantono (Guru Besar Hubungan Masyarakat Universitas Brawijaya) dan Dr. Sri Untari Bisowarno.
Antonius Benny Susetyo menambahkan, perjalanan panjang penggalian Pancasila mengalami distorsi ketika terjadi usaha deSukarnoisasi oleh Orde Baru yang berusaha mengecilkan peran Sukarno dalam upaya Penggalian Pancasila dan menyatakan bahwa Muhamad Yamin yang banyak berperan dalam penggalian Pancasila sebagai Dasar Negara.
‘’Kebohongan ini terbuka dalam Buku AB Kusuma yang melaporkan mengenai penemuan catatan rapat penentuan Dasar Negara yang ditemukan di Pura Mangkunegaran Solo dimana diketahui bahwa Sukarno merupakan satu satunya tokoh yang menjawab pertanyaan Radjiman tentang dasar negara apa yang patut diterapkan di Indonesia dengan jawaban ‘Pancasila’. Dan saat itu peran Yamin tidak lebih dari sekedar notulensi. Dan, fakta ini divalidasi dengan kesaksian Muhammad Hatta dan bahkan Muhammad Yamin sendiri dalam acara dialog yang diselenggarakan bulan Februari 1964 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta,’’ ungkapnya, dalam siaran pers kepada Malang Posco Media, Kamis (22/6).
Doktor Ilmu Komuniasi Politik ini menyatakan, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila maka Pancasila 1 Juni 1945, 22 Juni 1945 dan 18 Agustus 1945 adalah satu tarikan napas dan keberadaan tiga momen itu tidak bisa dipisah-pisahkan dan tidak dapat diganggu gugat.
‘’Meragukan Pancasila berarti meragukan sejarah dan mengkhianati negara dan bangsa ini. Semua unsur dari Bangsa Indonesia harus mampu menjadikan Pancasila menjadi living dan working ideologi yang diaplikasikan secara nyata dalam kehidupan sehari hari serta dapat menjadi gugus insting dalam berpikir dan bertindak,’’ tegas tokoh kelahiran Malang ini.
Romo Benny, sapaan akrabnya, juga menyinggung tentang gagasan Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, dimana saat itu Indonesia yang baru berusia 10 tahun berhasil menggalang kekuatan yang memicu merdekanya negara-negara di Asia dan Afrika. ‘’Karena itu, Pancasila juga merupakan modal dasar dan bintang penuntun bagi Indonesia untuk dapat memimpin tatanan dunia baru,“ tutupnya. (nug/bua)