Ponpes Dzinnuha Kota Malang
Pondok pesantren (ponpes) merupakan kehidupan Ning Raudloh Quds Mustofa. Cucu KH Bisri Mustofa, pendiri Ponpes Roudlotut Thalibin Rembang Jawa Tengah ini sejak kecil ada di dunia ponpes. Ia memiliki visi, membangun ponpes putri yang berdaya saing kuat dan kaya literasi.
=========
MALANG POSCO MEDIA-Sejak kecil hingga dewasa, pengasuh Ponpes Dzinnuha Kota Malang Ning Raudloh Quds Mustofa bertumbuh di ponpes. “Saya tak pernah mondok. Tapi ya sejak kecil dan sehari-hari tumbuh di lingkungan ponpes kakek saya,” cerita Ning Raudloh.
Masa kecilnya selalu bersama santriwati di ponpes kakeknya. Ia pun ikut berbagai kegiatan di ponpes. Ning Raudloh sangat mengerti seluk beluk kehidupan anak-anak ponpes. Tentu juga paham mengelola ponpes.
Setelah lulus Madrasah Aliyah, anak ketiga dari tujuh bersaudara ini melanjutkan apa yang dilakukan kakek dan keluarga besarnya. Ia ikut mengurus ponpes di Rembang dengan mengajar dan membimbing santriwati.
Setelah menikah di tahun 2002, ia diboyong ke Kota Malang. Istri dari KH Achmad Shampton S.HI ini diajak ikut mengurus Ponpes Nurul Huda di kawasan Kelurahan Mergosono Kota Malang.
“Karena saya sudah biasa di ponpes ngajar, saya ikut lanjutkan ngajar di ponpes bersama suami. Saya memang lebih nyaman di lingkungan ponpes. Saya senang mengajar dan membimbing anak-anak terutama santriwati,” jelasnya.
Ibu dari tiga orang putra ini menyampaikan ada rasa tanggung jawab besar membimbing santriawan dan santriwati di lingkungan ponpes. Ia paham persoalan apa saja yang dialami santriwati.
Hal-hal yang ia sering hadapi seperti santriwati yang tidak tahan mondok. Hendak kabur dan sebagainya. Menarik pula, wali santri atau orang tua santri sendiri yang tidak kuat dan memilih menjemput sang anak dari ponpes.
“Yang sering anak-anak ini tidak kuat. Mereka akhirnya malas ngaji, tidak pernah datang ngaji lagi dan sebagainya. Untungnya saya dan suami ini, anak-anak yang banyak saudaranya. Suami itu bungsu dari sembilan bersaudara, kami lakukan pendekatan dan komunikasi dengan mereka seperti keluarga sendiri,” jelas Ning Raudloh, yang juga putri Gus Mus, panggilan akrab KH. Mustofa Bisri.
Ia memilih berbincang khusus dengan santri yang sudah tak betah mondok. Didekati dan ditanya ada masalah apa tidak dan sebagainya. Ternyata benar, jika diajak bicara, mereka yang awalnya diam dipendam sendiri akhirnya mau bercerita.
Salah satu yang ia dapat adalah sang santriwati tidak nyaman dan belum bisa bersosialisasi dengan baik. Ia merasa teman-teman di ponpes seperti meninggalkan dirinya sendiri.
“Saya ajak ngomong, dia bilang tak punya teman. Akhirnya selama beberapa waktu saya temani dan bimbing. Diajak berkegiatan lebih banyak di ponpes dan akhirnya bisa kok,” papar Ning Raudloh yang kini mengasuh Ponpes Putri Dzinnuha di kawasan Sawojajar ini.
Sejak awal 2023 ini, ia harus berpisah dengan kehidupan ponpes Nurul Huda Mergosono. Dengan tekad bulat, Ning Raudloh akan fokus mengembangkan ponpes yang dipercayakan padanya tersebut.
Ia memiliki visi, membangun ponpes putri yang berdaya saing kuat dan kaya literasi. Hal ini dimaksudkan untuk menepis stigma bahwa anak ponpes kolot atau tidak mengikuti perkembangan dunia luar.
“Seperti mengembangkan wirausaha sendiri, bisa mandiri. Lalu kajian-kajian literasi selain agama, juga isu-isu umum. Mereka harus kaya literasi dan bisa berinovasi untuk mengembangkan bakatnya. Sehingga bisa berkontribusi bagi masyarakat sekitar,” jelas Ning Raudloh.
Tentu hal ini butuh komitmen dan kerja keras. Ponpes yang baru ia bangun tersebut akan dibawa menjadi ponpes putri yang maju dan inovatif. (ica/van/habis)