spot_img
Sunday, May 5, 2024
spot_img

Pusing, Tak Boleh Disepelekan, Bisa Jadi Gejala Aritmia

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Ketua Perhimpunan Aritmia Indonesia (PERITMI) yaitu dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD, menyebutkan bahwa selain tanda-tanda lain seperti pingsan dan detak jantung yang cepat, rasa pusing juga dapat menjadi salah satu gejala aritmia.

“Pusing saja bisa merupakan gejala aritmia, kemudian pingsan menjadi satu gejala yang paling sering kami temukan karena sebab aritmia. (Gejala) yang paling sering itu berdebar dan yang paling ditakutkan aritmia menyebabkan henti jantung,” kata Sunu di Jakarta, Selasa (29/8).

Gangguan irama jantung, atau aritmia, dapat menyebabkan denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Kondisi ini dapat berakibat fatal, seperti stroke dan gagal jantung, jika tidak segera ditangani.

Menurut dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), PhD, aritmia merupakan penyebab paling sering henti jantung, yaitu 88 persen. Hal ini pernah terjadi pada pesepakbola asal Denmark, Christian Eriksen, yang mengalami henti jantung saat bertanding melawan Finlandia pada Juni 2021.

Dalam menghadapi kondisi itu, maka bantuan hidup dasar menjadi utama bagi pasien yakni berupa serangkaian upaya awal untuk mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi.

“Masalahnya henti jantung sering tidak bisa diprediksi sehingga terapi yang bisa membantu seseorang untuk bertahan menjadi sangat penting,” kata Sunu.

Dalam kesempatan yang sama, Dewan Penasehat PERITMI Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP (K),FIHA, FAsCC, menyebutkan data tahun 2023 menunjukkan prevalensi aritmia secara umum sekitar 1,5 persen sampai 5 persen pada populasi global.

Kemudian, aritmia yang paling sering terjadi yakni fibrilasi atrium (FA) dengan prevalensi global mencapai 46,3 juta kasus dan diperkirakan pada 2050 prevalensi FA akan terus meningkat hingga mencapai 72 juta kasus di Asia (di Indonesia diperkirakan mencapai 3 juta).

Berbicara gejala, menurut Dicky, orang dengan aritmia biasanya menunjukkan gejala seperti jantung berdetak cepat dari normal (takikardia), jantung berdetak lebih lambat dari normal (bradikardia), pusing, pingsan, cepat lelah, sesak napas, dan nyeri dada.

Aritmia bisa terjadi pada siapa saja, sering muncul secara sporadis dan pada sebagian kecil pasien karena bawaan. Tetapi, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan seseorang untuk terkena penyakit aritmia yaitu faktor usia, penyakit jantung koroner, penggunaan narkoba atau zat-zat tertentu, konsumsi alkohol berlebihan, mengonsumsi obat-obat tertentu, merokok dan mengonsumsi kafein berlebihan.

Dicky mengatakan penanganan aritmia dapat dilakukan dengan tindakan kateter ablasi yaitu tindakan untuk detak jantung yang tidak teratur dan terlalu cepat dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah ke jantung.

Tindakan itu dikatakan memiliki angka keberhasilan tinggi sehingga menjadi pilihan pertama. Sementara pemberian obat-obatan hanya dapat meredam kemunculan aritmia, tetapi, tidak menyembuhkannya.

Penanganan aritmia juga dapat dilakukan dengan pemasangan alat Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian jantung mendadak. Fungsi ICD pada dasarnya untuk mengembalikan fungsi jantung dengan cara memberikan kejut listrik ketika terjadi gangguan irama jantung.

ICD adalah sebuah alat berukuran kecil yang ditanam di dalam dada untuk mengembalikan irama jantung yang tidak normal. Perangkat ICD mempunyai baterai yang dapat bertahan hingga delapan tahun, bergantung pada frekuensi kerja alat tersebut.(ntr/mpm)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img