spot_img
Monday, April 29, 2024
spot_img

Sanksi Tegas Industri Farmasi Obat Sirup yang Tak Sesuai Aturan UU

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Maraknya kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang dihubungkan dengan temuan sirup obat yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), BPOM melakukan pengawasan, sampling, pengujian, dan pemeriksaan lebih lanjut dalam rangka melindungi masyarakat. Bahkan, kini BPOM bersama Bareskrim Polri memberi sanksi tegas kepada industri farmasi yang menggunakan Propilen Glikol yang tercemar EG dan DEG melebihi ambang batas.

Berdasarkan tindak lanjut yang dilakukan BPOM dan Bareskrim Polri ada dua Industri Farmasi yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) dan PT Universal Pharmaceutical Industries (PT Universal). Kedua industri farmasi diketahui dalam kegiatan produksi obat sirup telah menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol dan produk jadi mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. Temuan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan melalui sejumlah karyawan, dokumen, sarana, dan produk terhadap 2 (dua) Industri Farmasi.

“Hasil pemeriksaan sarana produksi juga ditemukan bukti bahwa Industri Farmasi mengubah pemasok Bahan Baku Obat (BBO) dan menggunakan BBO yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dengan cemaran EG pada bahan baku melebihi ambang batas aman yaitu tidak lebih dari 0,1%. Industri farmasi juga tidak melakukan penjaminan mutu BBO Propilen Glikol yang digunakan untuk sirup obat sehingga produk yang dihasilkan TMS. Industri Farmasi juga tidak melakukan proses kualifikasi pemasok/supplier BBO termasuk tidak melakukan pengujian BBO,” jelas Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito dalam Konferensi Pers di Serang, Banten, Senin (31/10).

“Dari hasil pemeriksaan dan pendalaman, PT Yarindo membeli bahan baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dari CV Budiarta, sedangkan PT Universal membeli bahan baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dari PT Logicom Solutions,” ungkap Kepala BPOM RI lebih lanjut dilansir dari siaran pers pom.go.id, Jumat (4/11).

Akibatnya, kedua Industri Farmasi tersebut mendapat sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan kembali (recall) dan pemusnahan produk serta pencabutan Sertifikat CPOB untuk fasilitas produksi cairan oral non betalaktam. Dengan demikian, seluruh izin edar produk cairan oral non betalaktam dari kedua Industri Farmasi tersebut dicabut.

Bukan hanya itu, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM juga melakukan pengamanan dan penyitaan terhadap barang bukti kedua industri tersebut. Pada PT Yarindo ditemukan sejumlah barang bukti yaitu Flurin DMP Sirup (2.930 botol), Bahan Baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD (44,992 Kg), Bahan Pengemas Flurin DMP Sirup (110.776 pcs), dan sejumlah dokumen (catatan bets produksi Flurin DMP Sirup dan sertifikat analisis bahan baku Propilen Glikol).

Sedangkan pada PT Universal, ditemukan barang bukti berupa Unibebi Demam Syrup 60 ml (13.409 botol), Unibebi Demam Drops 15 ml (25.897 botol), Unibebi Cough Syrup 60 ml (588.673 botol), bahan Baku Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD (18 drum) dan sejumlah dokumen (catatan bets produksi Unibebi Cough Syrup, Unibebi Demam Syrup, Unibebi Demam Drops, dan Sertifikat analisis bahan baku Propilen Glikol).

Tidak sampai situ, PPNS BPOM juga melakukan pendalaman pemeriksaan terhadap CV Budiarta selaku pemasok bahan baku dan menemukan sejumlah 64 (enam puluh empat) drum Propilen Glikol produksi DOW Chemical Thailand LTD dengan 12 nomor bets berbeda. Temuan tersebut saat ini sedang dilakukan pengujian laboratorium untuk membuktikan adanya kandungan EG dan DEG.

Dua industri farmasi tersebut juga diduga akan kena tindak pidana dengan unsur pasal memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu, sebagaimana diatur dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

“Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah” terang kepala BPOM.

Kemudian, Pasal 62 ayat (1) Jo yang berkaitan dengan perdagangan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak dua miliar rupiah.

Nantinya, BPOM bersama Bareskrim Polri akan melakukan rencana tindak lanjut dengan melaksanakan gelar perkara untuk menetapkan tersangka dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi lain, meminta keterangan Ahli Pidana dan Ahli Farmasi.

Untuk mengatisipasi hal buruk lainnya, tim gabungan juga terus melakukan penyelidikan lanjutan terhadap distributor bahan kimia yang diduga telah memasok bahan baku kepada CV Budiarta, dan menyelesaikan berkas perkara. Tak hanya itu, BPOM juga terus melakukan perluasan sampling dan pengujian terhadap produk sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG.

BPOM melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) secara terus-menerus mengawal proses penarikan dari peredaran terhadap sirup obat yang mengandung cemaran EG/DEG melebihi ambang batas aman. Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.

“BPOM berkomitmen untuk menuntaskan perkara ini dan terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan stakeholder lainnya dalam menangani dugaan tindak pidana yang berhubungan dengan cemaran EG dan DEG pada sediaan farmasi berbentuk sirup obat,” jelas Penny K. Lukito.

“Hasilnya, terdapat 3 (tiga) produk yang melebihi ambang batas aman yaitu Paracetamol Drops, Paracetamol Sirup Rasa Peppermint dan Vipcol Sirup produksi PT Afifarma,” jelas kepala BPOM lebih lanjut.

Dalam PT Afifarma juga ditemukan bahan baku yang digunakan tidak memenuhi persyaratan. Sehingga, semua produk sirup cair yang menggunakan 4 pelarut Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol akan dilakukan penghentian proses produksi dan distribusi serta akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT Afifarma juga dikenakan sanksi administratif berupa dan dugaan tindak pidana terkait cemaran EG dan DEG pada sirup obat ini.

BPOM juga melakukan pengawasan secara daring atau online berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 8 tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang diedarkan secara Daring sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2020. Menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) BPOM secara berkesinambungan melaksanakan patroli siber (cyber patrol) pada platform situs, media sosial, dan e-commerce untuk menelusuri penjualan produk yang dinyatakan tidak aman.

Sudah 6001 link yang teridentifikasi melakukan penjualan sirup obat yang dinyatakan tidak aman pada 26 Oktober 2022.

Demi keselamatan bersama, BPOM menegaskan agar pelaku usaha konsisten dalam menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pelaku usaha juga harus memastikan bahan baku yang digunakan sesuai dengan standar dan persyaratan serta obat yang diproduksi aman sesuai standar dan mutu. Serta mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan oleh regulator baik secara nasional maupun internasional.

BPOM mengimbau masyarakat untuk lebih waspada, menjadi konsumen cerdas, dan memperoleh obat melalui sarana resmi, yaitu di apotek, toko obat berizin, puskesmas atau rumah sakit terdekat atau membeli obat secara online hanya dilakukan di apotek yang telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF). Masyarakat juga diharapkan selalu menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau menggunakan obat. Pastikan kemasan produk dalam kondisi baik, baca informasi produk yang tertera pada label, dan produk telah memiliki izin edar BPOM serta belum melebihi masa kedaluwarsa.
(mg7/mg8/jon)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img