spot_img
Tuesday, April 23, 2024
spot_img

Guru Adalah Aktor Kurikulum

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Pergeseran dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan harus disikapi secara positif dan tidak hanya dijadikan sebagai bahan perdebatan tanpa hasil. Perubahan kurikulum merupakan sebuah keniscayaan. Dalam hal ini Kurikulum Merdeka menjadi isu menarik untuk menjadi bahan kajian dan analisis.

Menjadi guru di Indonesia ini memang unik, sangat kompleks tugas yang harus diemban. Di kelas guru dituntut bersikap profesional dan mampu melaksanakan proses pendidikan dengan kondisi yang sangat beragam karena perbedaan karakteristik daerah dan peserta didik.        Kenyataan ini menunjukkan betapa sebenarnya guru merupakan profesi yang sungguh unik. Akan lebih unik dan cenderung memprihatinkan jika kita sedikit membuka cakrawala kenyataan pendidikan di daerah pedalaman dan tertinggal.

Guru tidak mungkin hanya sekadar menyampaikan materi di dalam kelas dan selesai. Kelas dalam sudut pandang seorang guru tentunya bukan sekadar yang dibatasi oleh dinding, ukuran luas sebuah bangunan yang dilengkapi dengan papan tulis, meja kursi, dan berbagai properti lainnya, melainkan sudah dalam pengertian yang sangat luas.

Sebuah tempat yang nyaman untuk belajar bagi sekelompok peserta didik misalnya taman sekolah, perpustakaan, bahkan kantin sekolah pun bisa dikatakan sebuah kelas. Di sinilah terkuak kenyataan bahwa guru pada hakikatnya adalah kurikulum yang sebenarnya.

Pada akhirnya sebagai seorang guru kita harus menyadari bahwa semua hal yang merupakan bentuk perubahan atau pembaharuan harus bisa disikapi secara bijak. Bukan malah bertindak secara apriori dengan menentang dan menolak semua hal baru, melainkan harus berusaha untuk memberikan makna yang baik dan menguntungkan semua pihak.

Melakukan analisis perbandingan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka merupakan kajian positif yang bisa dilakukan. Dengan kajian ini kita akan  menemukan benang merah yang menarik berupa pencapaian student wellbeingmelalui pembelajaran yang berpihak kepada anak (pembelajaran berdiferensiasi).

Kadang figur seorang guru dianggap memiliki multitalenta dan serba bisa. Beberapa dekade yang lalu terdapat pemeo di masyarakat bahwa guru itu sama halnya dengan kamus berjalan. Dalam hal ini profesi seorang guru dianggap identik dengan kemampuan yang luar biasa, menguasai segala macam hal.

Guru menjadi tempat tujuan untuk bertanya dan mencari solusi. Dengan kondisi tersebut seorang guru memang harus memiliki daya literasi yang kuat. Jika guru memiliki daya literasi yang kuat pemeo bahwa guru adalah kamus berjalan bisa dibuktikan kebenarannya. Nah, dalam kondisi seperti itulah selayaknya terdapat apresisasi luar biasa terhadap profesi ini.

Dalam bidang pembelajaran sebenarnya guru adalah segalanya. Apa pun kurikulum yang berlaku, tetap guru adalah tokoh utamanya. Dengan demikian sebenarnya tidak akan ada masalah sama sekali ketika terjadi perubahan kurikulum. Seperti apa pun kurikulum yang dilaksanakan, guru tetap menjadi tokoh sentralnya walaupun tidak lagi menjadi satu-satu sumber belajar.        Pembelajaran memang harus berpihak kepada siswa, namun tetap saja sutradara di dalam kelas pembelajaran adalah guru. Ibarat sebuah pementasan drama, guru dalam proses pembelajaran adalah sutradara, penulis skenario, artis, sekaligus produsernya.

Maka betapa kita bisa membayangkan peran seorang guru sebenarnya dalam proses pembelajaran. Bahkan seperti disampaikan oleh mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Prof. Muhadjir Effendy, bahwa kurikulum yang sesungguhnya itu adalah guru. Totalitas kehadiran guru baik secara fisik maupun psikis adalah bagian dari kurikulum.

Menyikapi hal ini maka diperlukan SDM guru yang sangat handal untuk bisa mengantarkan peserta didik menjadi generasi penerus bangsa, generasi emas 2045. Generasi yang sesuai dengan harapan dan cita-cita bersama yaitu menjadi bangsa yang besar dalam arti sesungguhnya.

Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.           SDM guru yang baik tentunya sesuai dengan empat kompetensi yang diamanahkan sebagaimana undang-undang tersebut. Guru yang handal akan mampu menyesuiakan diri dengan berbagai pola dan perubahan. Namun perubahan kurikulum secara frontal tetap tidak menguntungkan ditinjau dari berbagai sudut pandang.

Guru adalah kurikulum itu sendiri merupakan sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri kebenarannya. Namun bisa saja terjadi hal-hal di luar dugaan. Kurikulum telah berganti dua atau tiga kali dalam sebuah periode, namun cara guru mengajarkan materi, bahkan materi yang disampaikan dipilih hanya sesuai dengan kesiapan, kesenangan, atau materi yang  dikuasai oleh guru yang bersangkutan.

Jika hal ini benar-benar terjadi maka sungguh sangat disayangkan karena tujuan perubahan kurikulum pada dasarnya adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan global dan tuntutan kebutuhan peserta didik. Hal ini tentu saja bertentangan dengan yang dimaksud bahwa guru adalah kurikulum itu sendiri.

Memang guru memiliki otoritas dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Kebebasan guru berekspresi di dalam kelas tidak bisa dihalangi oleh apa pun atau siapa pun juga. Namun tentu saja semua kebebasan tersebut harus merupakan kebebasan yang bertanggung jawab bukan merupakan kebebasan mutlak yang justru akan merugikan banyak pihak.

Kebebasan tersebut tentu saja akan selaras dengan pembaruan yang telah diunggah oleh Kemendikbudristek melalui Kurikulum Merdeka dengan Platform Merdeka Mengajarnya. Di sinilah guru benar-benar mendapat kesempatan untuk mengekspresikan segala bentuk ide cemerlangnya dan berbagi bersama seluruh guru dengan semua komunitasnya.

Lantas bagaimanakah yang dimaksud dengan bahwa guru itu adalah kurikulum itu sendiri? Sebagaimana telah diuraikan di atas, guru merupakan bagian dari kurikulum tersebut. Guru merupakan bagian paling penting dari perkembangan kurikulum.

Guru menjadi subjek dalam kurikulum, apa pun yang dilakukan guru untuk menerjemahkan tuntutan kurikulum pada dasarnya merupakan manifestasi bahwa guru sebenarnya adalah kurikulum itu sendiri. Semakin lengkap kompetensi seorang guru, maka akan semakin matang pula konsep kurikulum yang dirancang untuk pembelajaran bagi peserta didiknya.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img