Warna Memudar, Harusnya Gelar Kegiatan
Indana Siap Bantu, Tunggu Koordinasi Pemkot Malang
MALANG POSCO MEDIA- Kampung tematik di Kota Malang butuh sentuhan. Butuh terobosan pikat wisatawan. Selain itu harus dicat lagi. Begitulah nasib Kampung Warna Warni Jodipan (KWWJ), Kampung Tridi dan Kampung Biru Arema.
Pesona tiga destinasi wisata dalam kota itu pun terkesan mulai menurun. Apalagi muncul wisata Kayutangan Heritage dan Alun-Alun Tugu yang lebih segar.
Jika dilihat dari Jembatan Embong Brantas, sangat jelas atap rumah rumah di kampung tematik sudah banyak berubah. Umumnya mulai muncul warna dasarnya. Terutama bagian atap rumah.
Karena itulah butuh gerak cepat. Salah satunya mewarnai lagi KWWJ, Kampung Tridi dan Kampung Biru Arema. Catnya harus kembali dibikin lebih jreng seperti awalnya konsep kampung tematik tersebut.
“Akhirnya selama ini kami swadaya melakukan pengecatan ulang dengan kerja bakti. Akan tetapi kunjungan wisatawan relatif tidak berdampak, sekarang kunjungannya 250-400 wisatawan per hari didominasi wisatawan mancanegara, kalau wisatawan lokal hanya 10 persenan saja. Sebelum pandemi, bisa ribuan,” ungkap Agus Kodar, Ketua Pokdarwis KWWJ kepada Malang Posco Media kemarin.
Sementara di Kampung Tridi, kondisinya juga tak jauh berbeda. Bagian atap rumah yang ada di kampung tersebut makin memudar. Sebagian sisi sejumlah rumah juga membutuhkan cat ulang.
Ketua Pokdarwis Kampung Tridi, Adnan mengatakan
pihaknya sudah berusaha cat beberapa bagian sisi kampung. Baik yang ada di tembok, jalanan dan sudut- sudut kampung lainnya. Sementara untuk atap rumah, pihaknya juga sudah angkat tangan.
“Khusus di sini masih ada MOU perjanjian dua tahun lalu, sebenarnya pengecatan ulang sudah dilaksanakan di RT 3, cuma baru dapat berapa rumah kena Covid-19. Akhirnya semua aktivitas ditutup,” katanya.
Ia mengungkapkan kesulitan pengecatan atap. Sebab membutuhkan peralatan untuk keselamatan kerja.
Menurut dia pudarnya cat di Kampung Tridi tidak semata berdampak pada kunjungan wisatawan. Sebab selama ini justru makin banyak wisatawan mancanegaranya dibanding wisatawan lokal. Akan tetapi jika dibandingkan sebelum pandemi, tingkat kunjungan memang lebih rendah.
“Kunjungan per hari sekitar 100 wisatawan, kebanyakan mancanegara. Dulu bisa 400 sampai 500 wisatawan bahkan sampai 1.000 wisatawan kalau weekend, tapi bukan karena cat pudar. Mungkin perlu banyak event, buktinya saat kita gelar event, itu wisatawan memang membeludak,” sebutnya.
Ia pun berharap, pemerintah bisa memfasilitasi terwujudnya pengecatan ulang. Setidaknya menjembatani dengan pihak ketiga.
Kampung Biru Arema di seberang Kampung Tridi juga mengalami nasib serupa. Kondisi cat di Kampung Biru mulai memudar terutama di bagian atapnya. Pengecatan masif berikut atapnya, terakhir kali dilakukan pada tahun 2021 lalu. Selama ini hanya dilakukan pengecatan swadaya di beberapa sisi.
“Memang sama sudah pudar, harusnya ada perubahan cat atau rekondisi. Karena warna cat ini menampilkan wajah nyatanya kampung. Makanya tiga bulan sekali lah kita swadaya mengecat ulang untuk perbaikan,” kata Irmawan Yunanto Ketua Pokdarwis Kampung Biru Arema.
Untuk tingkat kunjungan wisatawan, menurut Irmawan juga memang ada penurunan dibanding tahun tahun sebelumnya. Saat ini, kunjungan di Kampung Biru berkisar 50 sampai 75 wisatawan per hari. Sementara sebelumnya, bisa mencapai 150 wisatawan hingga 200 wisatawan per hari.
“Nah kami menyiasati dengan mengadakan even. Wisatawan yang datang ditawarkan paket edukasi. Ada tentang urban farming, IPAL komunal, budidaya jamur sampai kerajinan-kerajinan,” tambahnya.
Terpisah, Vice President PT Inti Daya Guna Aneka Warna Steven Sugiharto menyampaikan, pihaknya sudah beberapa lama ini memberi perhatian khusus pada kampung kampung tematik tersebut. Bukan saja tentang jembatan kaca, tapi warna cat yang ada di kampung itu terus dipikirkannya.
“Kita memang yang pertama memberikan CSR cat ke situ, termasuk jembatan kaca itu CSR kita. Akan tetapi di satu sisi, kampung-kampung ini sudah menjadi ikon Kota Malang dan seharusnya tidak hanya kita, tapi semuanya pemerintah dan warga ikut menjaga. Tentu tidak mungkin kalau kita tiap waktu berikan CSR ke sana saja, apalagi tentu kita juga punya keterbatasan,” jelas Steven dikonfirmasi kemarin.
Menurut dia, pihaknya sudah berencana melakukan pengecatan ulang. Akan tetapi ia ingin berkomunikasi dengan pemerintah terlebih dahulu. Sebab, pihaknya tentu tidak sanggup apabila dibebankan semua kampung itu untuk dilakukan pengecatan. Bukan perkara catnya, akan tetapi biaya lain lainnya juga sangat tinggi.
“Yang mahal ongkos tukangnya, itu bisa Rp 100 juta lebih. Belum lain lainya, alat dan sebagainya. Untuk cat saja, satu kampung itu sampai 2 ton kita mengeluarkannya, bukan hitungan galon,” beber Steven. Selama ini dia memberikan diskon khusus kepada masyarakat dari kampung tematik tersebut untuk tiap pembelian cat. Sebab baginya ini sudah menjadi konsen khusus.
Steven menegaskan sangat konsen terhadap kampung tematik. Namun tidak bisa kalau hanya dilakukan satu pihak saja.
“Selama ini, saya sudah berusaha komunikasi dan dari pemkot sudah ‘iya-iya’ tapi sampai saat ini saya belum bisa ketemu. Entah karena kesibukan atau bagaimana ya, tapi intinya perlu ada kolaborasi,” beber dia.
Bentuk kolaborasi misalnya, pemkot menyediakan tukang atau pekerja. Sedangkan pihak Steven siapkan cat. Hal ini perlu duduk satu meja untuk dibicarakan bersama.
Sementara itu, Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwsiata Kota Malang Baihaqi menyampaikan pihaknya segera berkomunikasi dengan semua pihak terkait. Sejauh yang diketahuinya, Baihaqi menyebut bahwa seharusnya masih ada kewajiban dari pihak ketiga untuk melakukan pengecatan. Akan tetapi, pihaknya belum mengetahui sampai sebatas mana pengecatan yang akan dilakukan oleh pihak ketiga.
“Saya kurang paham bentuk MoU-nya, tapi informasi dari Pokdarwis di sana, ada MoU itu. Tentunya kami juga akan terus berupaya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan ada kejelasan. Minimal di akhir tahun ini seperti apa Insya Allah akan segera ada tindaklanjutnya,” janjinya. (ian/van)