spot_img
Friday, May 17, 2024
spot_img

Orang Saleh

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Oleh : Prof. Dr. H. Maskuri Bakri, M,Si

Orang saleh adalah orang yang melaksanakan semua kewajiban Allah SWT, menjauhi semua larangan-Nya, dan mengamalkan sunah-sunah Rasulullah SAW. Tidak hanya itu, dia juga melaksanakan kewajibannya terhadap sesama. Orang-orang saleh disebut oleh Allah SWT., sebagai golongan yang diberi nikmat, sebagaimana QS. 4:69-70) yang artinya : “Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baiknya teman. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Zat Yang Maha mengetahui”.

Jika dirunut kembali ke belakang, disyariatkannya Salat Jenazah bermula dari kemangkatan seorang yang saleh, Raja Najasyi. Rasul saw., bersabda: “Pada hari ini telah meninggal dunia seorang saleh bangsa Habasyi, marilah salat untuk jenazahnya.” Jabir berkata: “Kami pun mengatur shaf, kemudian Nabi SAW salat untuknya, kami pun bershaf-shaf di belakang beliau.” (HR. Bukhari-Muslim)

Lebih dari itu, jenazah orang saleh beda dengan jenazah orang yang tidak saleh.  Disebut dalam sebuah hadits : “Ketika jenazah diletakkan dan dipikul di atas pundak-pundak manusia yang mengusungnya, jika ia seorang yang saleh, maka akan mengatakan, ‘Cepat bawalah aku! Dan lebih cepat lagi kalian membawaku”, dan “Jika ia tidak saleh, maka ia mengatakan, ‘Aduh celakalah aku, ke mana kalian akan membawaku? Suaranya akan didengar oleh semuanya, kecuali manusia. Jika manusia mendengarnya, niscaya ia akan jatuh pingsan”. (HR. Bukhari).

Keutamaan berkumpul dengan orang saleh dijelaskan dalam sebuah kisah yang dikutip oleh Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith. Ada seorang hamba yang divonis menjadi penghuni neraka karena timbangan amal keburukannya lebih berat dari kebaikannya. Ketika dibawa menuju neraka, Malaikat Jibril diperintahkan oleh Allah SWT., untuk bertanya kepadanya, “Apakah kamu pernah hadir di majelis seorang alim? Apakah kamu pernah cinta kepada orang alim? Apakah kamu pernah duduk satu meja perjamuan dengan orang alim?

Semua pertanyaan di atas dijawab, “Tidak pernah.” Namun, Allah SWT., yang Maha Mengetahui keadaan para hamba-Nya, memberi titah kepada Jibril untuk memasukkannya ke dalam surga. Allah swt., befirman yang artinya bahwa “Raih tangan hamba-Ku ini dan masukkan ia ke surga. Sesungguhnya ia mencintai seseorang yang mencintai seorang ulama. Ia diampuni karena keberkahan ulama itu”.

Jika hal di atas dapat terjadi pada seorang yang sudah divonis ahli neraka, maka betapa beruntungnya seseorang yang sejak dini, tidak hanya cinta kepada orang yang mencintai ulama. Namun, juga ikut ambil dalam menghadiri majelis-majelis kaum shalihin dan turut mencintai mereka, dan sering duduk bersama mereka. Hati menjadi hidup, hidup menjadi indah dan bahagia sampai di akhirat kelak. Orang-orang saleh itu memiliki karakter dan sifat khas. Sebuah pertanyaan terlontar dari Sayyidina Abdullah bin Abbas; “Wahai Rasulullah, siapakah teman duduk terbaik kami? Rasul SAW., menjawab, yang artinya; “Orang yang mengingatkanmu pada Allah ketika melihatnya, menambah ilmumu ketika ia berbicara, dan mengingatkanmu pada akhirat ketika ia beramal”. (HR. Abu Ya’la).

Bergaul Orang Saleh

Berdasarkan keterangan tersebut, ada tiga ciri khas orang saleh yang layak untuk dipahami dengan sering bergaul bersamanya. Pertama, dengan memandangnya membuat seseorang mudah ingat kepada Allah. Melihat wajah orang saleh membuat diri tidak sukar dalam berzikir di berbagai situasi. Habib Muhammad bin Zain bin Sumaith berkata; “Janganlah engkau duduk kecuali bersama orang yang memandangnya dapat membuatmu mengingat Allah, keadaan dan semangatnya dapat membangkitkan semangatmu untuk mendekatkan diri kepada Allah”.

Kedua, ucapan kaum salihin sarat ilmu yang memperkaya wawasan dan pengetahuan, khususnya dalam urusan agama. Ada sebuah hikayat mengenai keutamaan berkumpul dengan orang saleh. Kisah ini dituturkan langsung oleh Abu Sulaiman Ad-Darani yang ringkasnya adalah bahwa beliau suatu kali hadir di sebuah majelis. Ucapan shohibul majelis begitu membekas di hati. Tapi, saat beranjak pulang, ia merasa pengaruh ucapannya hilang tak tersisa sama sekali. Keesokan harinya, ia hadir kembali.

Pada hari ketiga, ia menghadiri majelis yang sama. Pengaruh ucapan orang saleh membekas dalam hatinya sampai kembali masuk ke rumah. Merasakan kenikmatan semacam ini, Abu Sulaiman Ad-Darani berkata, “Maka aku hancurkan semua benda yang dapat melalaikan dan aku melazimi jalan menuju Allah”.

Ketiga, karakter orang shaleh itu adalah amal perbuatannya membuatnya senantiasa ingat tentang kehidupan di akhirat. Ketika melihat seorang wali Allah, berupa ucapan, muamalah, perbuatan, ibadahnya, ilmu, dan diamnya sekali pun, semua itu akan mengingatkannya kepada akhirat. Dunia adalah kehidupan yang sementara.

Kategori Orang Saleh

Kebaikan kehidupan di dunia ini sangat bergantung kepada orang-orang saleh yang menghuninya. Menurut Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad membagi orang saleh ke dalam empat kategori, sebagaimana beliau uraikan dalam kitabnya berjudul Al-Fushul al-‘Ilmiyah wa Ushul al-Hikamiyyah, hal. 21-22, sebagai berikut:  Pertama, seorang ahli ibadah yang lurus, hidup dengan zuhud, perhatian penuh kepada Allah, arif billah, dan memiliki kesadaran tajam dalan keberagamaan.

Kedua, seorang ulama yang berpengetahuan mendalam dan luas tentang agama, memegang teguh pada al Quran dan Sunnah, mengamalkan ilmunya, mengajari dan memberikan nasihat kepada manusia, beramar ma’ruf dan nahi mungkar, tidak bersikap munafik dalam urusan agama dan tidak terpengaruh oleh kecaman dari siapa pun (dalam membela apa yang telah ditetapkan oleh Allah).

Ketiga, seorang penguasa yang adil, jujur, berperilaku baik, berjiwa bersih, dan berpolitik lurus. Kategori orang saleh ketiga adalah para penguasa atau pemimpin yang adil, jujur dalam kata maupun tindakan, memiliki jiwa yang bersih seperti ikhlas, rendah hati dan sederhana.

Keempat, seorang hartawan yang saleh dengan memiliki harta yang bersih dan berlimpah, dibelanjakan untuk amal-amal kebaikan dan untuk menyantuni kaum lemah dan orang-orang miskin, serta untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Ia tidak menyimpan dan mengumpulkan hartanya itu kecuali untuk maksud-maksud tersebut.

Keempat kategori orang saleh tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan bersama di dunia ini. Jika salah satu saja tidak ada, maka kehidupan di dunia ini akan mengalami ketimpangan. (*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img