Malang Posco Media – Animo masyarakat untuk menonton film di bioskop, khususnya di Movimax Sarinah dinilai belum maksimal sejak pandemi dua tahun lalu. Bioskop yang ada di lantai 3 Mall Sarinah Jalan Basuki Rahmat itu relatif sepi pengunjung meski sudah banyak film dari dalam negeri hingga luar negeri yang ditayangkan selama ini. Tiga studio yang ada di bioskop tersebut tidak pernah penuh penonton, baik untuk kategori reguler maupun eksekutifnya.
Hal itu diakui oleh Wanda Julian, Pengelola Movimax Sarinah. Dikatakan pria yang akrab disapa Wanda ini, belum diketahui pasti apa penyebab rendahnya tingkat okupansi di Movimax Sarinah ini. Namun ia menduga ada beberapa hal yang mungkin saja memberikan pengaruh.
“Salah satunya dari filmnya. Sekarang kayak film Hollywood itu saja ternyata masih kurang maksimal dan mungkin sudah pernah dengar ada istilah superhero ‘fatigue’ (lelah, red). Jadi mungkin agak berkurang yang suka film superhero ini. Film-film Indonesia juga belum maksimal, mungkin hanya film film horror, terutama yang viral, itu yang biasa lebih banyak dibandingkan film horror biasa,” sebut Wanda.
Meski ditengarai film bergenre horror juga ada kecenderungan ‘horror fatigue’, namun ketika film horror itu terkenal dan viral, bisa mendatangkan lebih banyak penonton. Misalnya film seperti KKN Desa Penari atau yang terbaru film Siksa Neraka.
Faktor lain yang mungkin saja mempengaruhi, adalah faktor cuaca. Ketika cuaca musim hujan, bisa dipastikan lebih sepi dari biasanya. Alhasil seperti pada periode Januari kemarin, Wanda menyebut sebagai momen yang paling parah sepinya dibanding bulan lainnya. Apalagi, di Januari kemarin juga banyak acara.
“Kayak Agustus tahun lalu kan juga sepi banget. Hampir tiap hari tiap Minggu ada acara Agustusan, di lingkungan masing-masing dan seterusnya, itu juga pengaruh. Apalagi Sarinah beberapa kali kemarin itu ada penutupan jalan (rekayasa lalin, red), itu benar-benar mati Sarinah tidak ada penonton karena akses ke Sarinah diputar-putar. Kayak ada haul dan sebagainya itu juga pengaruh,” beber dia.
Menurut Wanda, besaran harga tiket masuk (HTM) diyakini bukan menjadi faktor penyebab sepinya penonton di bioskop meski tidak ada program promo harga. Sebab, pihaknya di Movimax Sarinah sudah mematok HTM yang sangat terjangkau, yakni sebesar Rp 20 ribu pada weekdays atau hari biasa. Sedangkan untuk weekend atau akhir pekan, sebesar Rp 25 ribu.
Sepinya penonton di Movimax Sarinah, juga kurang lebih sama dengan Movimax Dinoyo. Namun di Movimax Dinoyo masih lebih banyak penonton karena dekat dengan basis mahasiswa.
“Selera penonton di Sarinah dan Dinoyo ini berbeda. Kalau saya rasa, memang Dinoyo lebih banyak mahasiswa. Contoh film Agak Laen yang diangkat dari Podcast itu lumayan kemarin dan kebanyakan mahasiswa. Saya lihat juga mahasiswa luar, karena kan filmnya yang diangkat juga tentang perantau. Sarinah segmennya lebih family,” lanjutnya.
Berdasar pemantauannya hingga saat ini, jika dirata-rata okupansi di Movimax di Sarinah tidak sampai 40 persen saat weekdays. Saat weekend, juga tidak sampai 50 persen. Okupansi di Dinoyo sedikit lebih tinggi namun belum cukup menggembirakan.
“Movimax Dinoyo saja selama satu Minggu kemarin hanya 160 penonton dari empat studio, tiap hari 5 show. Menurut saya ini benar benar parah Januari kemarin ini,” ungkapnya.
Meski kondisinya sepi, Wanda mengaku tidak patah arang dalam dunia hiburan ini. Pasca pandemi, memang tidak bisa dipungkiri usaha bioskopnya ini belum bisa pulih dan bangkit sepenuhnya. Ia tetap berupaya ‘survive’ atau bertahan menjalankan bisnis ini.
Ia tetap berusaha agar setidaknya tidak terjadi efisiensi atau pemberhentian karyawan. Walaupun memang jumlah karyawan Movimax saat ini memang lebih sedikit dibanding sebelum pandemi dulu. Kini ia masih berharap dan menantikan adanya film-film yang viral dan bisa mendatangkan penonton.
“Film yang paling sukses kemarin itu sudah agak lama, sekitar pandemi dulu. Itu belum ada yang mengalahkan film KKN di Desa Penari sama Dr Strange. Waktu itu meskipun tidak habis tiketnya, tersisa satu dua baris saja di depan, waktu itu belum 100 persen karena masih pandemi. Bisa dikatakan itu terakhir yang paling sukses,” pungkasnya. (ian/bua)