spot_img
Friday, May 17, 2024
spot_img

Politik Gentong Babi

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Saat kampanye politik lalu sejumlah politisi, pasangan capres-cawapres, dan caleg ada yang bagi-bagi beras, sembako, dan uang. Ada pula yang menggunakan kedok bantuan sosial (bansos) sebagai cara mendulang dukungan dan perolehan suara. Permainan politik yang menggunakan uang atau barang dalam jumlah besar guna membuat masyarakat memilih orang atau partai tertentu bisa dinamakan politik gentong babi (pork barrel politic).

Ketika saat ini harga beras melambung sangat tinggi, tak banyak yang peduli dan mau bagi-bagi beras lagi. Harga beras tak semurah dalam janji-janji politik sang politisi saat kampanye. Di saat harga beras meroket, mereka seperti tutup mata. Strategi bagi-bagi beras dan sembako sebagai salah satu alat pemikat dukungan suara itu kini sudah tak digunakan lagi karena coblosan pemilu itu telah usai.

Tak sedikit politisi yang mempertontonkan politik gentong babi. Praktik politik dengan bagi-bagi uang, beras, dan sembako seperti bukan praktik yang keliru. Karena tak sedikit masyarakat yang justru mengharapkan aneka bantuan itu. Hasil sejumlah survei juga menegaskan bahwa tak sedikit rakyat yang butuh dan suka menerima aneka bantuan walaupun ada simbol-simbol kepentingan politik di dalamnya.

Politik Gentong Babi

Merujuk sejumlah sumber menyebutkan bahwa politik gentong babi (pork barrel politic) berasal dari pengalaman politik Amerika Serikat di zaman perbudakan. Waktu itu para pemilik budak merasa kesulitan menyuruh budaknya agar mau bekerja. Akhirnya para pemilik budak memakai strategi dengan memberi daging babi di dalam gentong yang sudah mereka garami. Selanjutnya mereka mengumumkan, siapa yang paling cepat bekerja akan mendapat hadiah daging babi dari dalam gentong.

Dunia politik Amerika selanjutnya mereproduksi cara seperti itu. Prinsip dari strategi politik gentong babi adalah bahwa urusan perut tak bisa dikompromikan. Politik gentong babi adalah sebuah istilah peyoratif yang digunakan untuk merujuk pada tindakan politik yang korup dan tak jujur. Istilah ini sering kali digunakan untuk menggambarkan praktik-praktik politik yang penuh dengan penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika.

Politik gentong babi dapat merujuk pada praktik-praktik korupsi dalam politik, di mana pejabat atau pemimpin menggunakan kekuasaan dan otoritas mereka untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, tanpa memperhatikan kesejahteraan umum. Pejabat atau politisi yang menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi, seperti melakukan perjalanan mewah, atau memberikan suap kepada pihak lain untuk memperoleh keuntungan pribadi dan kelompoknya.

Dalam pemilu 2024 ini, praktik politik gentong babi sangat telanjang dipertontonkan dan dilakukan oleh sejumlah politisi. Cara-cara itu ternyata cukup berhasil mendongkrak perolehan dukungan dan suara. Artinya, praktik politik uang masih menjadi cara ampuh yang ditempuh politisi demi meraih kemenangan. Dan tak sedikit rakyat yang menerima dan mendukung laku politik gentong babi ini.

Akhiri Politik Gentong Babi

Sejarah munculnya praktik politik gentong babi sudah berlangsung sangat tua dan kompleks. Korupsi telah ada sepanjang sejarah manusia dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Dalam sistem politik di mana kekuasaan terpusat pada segelintir orang atau kelompok tertentu, kesempatan untuk melakukan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan cenderung lebih besar. Kerajaan-kerajaan absolut di masa lampau misalnya, di mana raja atau penguasa memiliki kendali mutlak atas kekayaan dan sumber daya negara.

Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas terhadap penguasa juga membuka peluang praktik politik gentong babi terus berlangsung. Tidak adanya mekanisme akuntabilitas yang kuat membuat para pemimpin memiliki kebebasan untuk bertindak tanpa takut akan pertanggungjawaban atas tindakan mereka dengan melakukan korupsi. Ketika kekuasaan terkonsentrasi pada segelintir orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab, peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan menjadi lebih besar.

Praktik patronase atau klienelisme menjadi biasa dalam politik. Ini mengarah pada penunjukan pejabat atau pemberian kontrak kepada orang-orang yang memiliki hubungan pribadi atau politik dengan pemimpin, tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau kemampuan mereka. Pemberian posisi atau kesempatan kepada keluarga atau teman dekat tanpa mempertimbangkan kualifikasi mereka. Hal ini dapat merugikan masyarakat karena mengorbankan prinsip meritokrasi dan menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi peluang.

Praktik politik gentong babi itu musuh demokrasi. Untuk itu permainan politik model ini perlu segera diakhiri. Meskipun praktik politik gentong babi telah ada sepanjang sejarah, pemahaman dan kesadaran akan dampak negatifnya telah berkembang seiring waktu. Upaya untuk memerangi praktik politik gentong babi dapat ditempuh dengan memperkuat prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Beberapa bentuk praktik politik gentong babi dapat merugikan masyarakat dan merusak integritas sistem politik serta proses demokrasi. Menyudahi praktik politik gentong babi bukanlah urusan yang mudah dan memerlukan upaya yang berkelanjutan dari semua pihak yang terlibat. Upaya untuk mengurangi dan menghapus praktik politik tak terpuji ini sangat penting guna mewujudkan masyarakat yang adil, transparan, dan berintegritas.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img