Malang Posco Media – Menurut Fitri Hudayani, seorang ahli gizi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dalam menghadapi musim kemarau, disarankan agar masyarakat menghindari minuman manis sebagai cara untuk mengatasi dehidrasi.
Ia menjelaskan bahwa cuaca panas menyebabkan tubuh banyak mengeluarkan keringat, sehingga rasa haus menjadi tanda bahwa tubuh memerlukan lebih banyak cairan.
“Jika minum minuman kemasan atau yang memiliki rasa untuk menghilangkan rasa haus, maka konsekuensinya akan meningkatkan asupan gula dalam tubuh,” kata Fitri kepada Antara di Jakarta, Jumat (13/10).
Fitri menjelaskan bahwa gula merupakan sumber dari karbohidrat yang nantinya akan diubah menjadi kalori. Jika kalori yang berasal dari minuman manis ditambahkan pada asupan energi dari makanan lain yang telah dikonsumsi, maka jumlah gula dan energi di dalam tubuh akan mengalami peningkatan.
“Konsekuensinya, nanti gula darah bisa naik, kemudian berat badan juga naik,” ujarnya.
Fitri juga menambahkan bahwa jika seseorang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah yang berlebih dan tidak membakarnya melalui aktivitas fisik, maka karbohidrat tersebut akan berubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh.
“Itu berisiko menimbulkan adanya penumpukan lemak di dalam hati,” jelasnya.
Ia menegaskan cairan yang paling baik untuk menghilangkan dehidrasi adalah air putih.
“Kalau misalnya dalam kondisi haus, untuk menggantikan cairan tubuh atau agar tubuh lebih nyaman, yang paling baik adalah air putih saja,” kata Fitri.
Fitri Hudayani menyarankan untuk mengonsumsi air putih sebanyak minimal 2-2,5 liter atau setara dengan 8-10 gelas dalam sehari. Selain itu, sumber cairan lain yang baik untuk tubuh datang dari buah-buahan yang memiliki kandungan air tinggi, seperti semangka, serta makanan berkuah.
Beberapa daerah di Indonesia belakangan ini mengalami suhu yang sangat panas akibat kondisi cuaca yang ekstrem. Menurut laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), diperkirakan cuaca panas dengan suhu berkisar antara 35-39 derajat Celcius akan berlangsung hingga awal tahun 2024.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer dari BRIN Eddy Hermawan menjelaskan suhu udara yang menyengat dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang diprakirakan mencapai puncak pada Oktober 2023.
El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normalnya di Samudra Pasifik bagian tengah
Ia mengatakan El Nino 3.4 sudah bergerak mendekati wilayah Indonesia dan kondisi itu menyebabkan peningkatan suhu di atas rata-rata.(ntr/mpm)