.
Thursday, December 12, 2024

SAMBAT

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Dalam perjalanan kehidupan manusia masalah dan cobaan memang suatu hal yang melekat, meski hadirnya tidak kita harapkan, akan tetapi pasti dia akan menjumpai kita, karena perjumpaan antara kita dengan masalah atau cobaan adalah bagian dari fitrah kehidupan.

Namun ternyata, banyak di antara kita yang merespon setiap masalah dan cobaan hidup itu dengan “Sambat” alias mengeluh. Bahkan yang lebih parah, dikasih karunia dan keberlimpahan hiduppun masih mengeluh.

Berita menggegerkan terjadi beberapa waktu terakhir ini dari Brebes Jawa Tengah. Seorang ibu rumah tangga berusia 35 tahun secara bersamaan membunuh anak kandungnya hingga meninggal dunia. Kanti Utami namanya, dia melakukan kebiadaban itu dengan sadar dan beralasan, “Saya ingin menyelamatkan anak-anak saya biar enggak hidup susah, enggak perlu ngerasain sedih, harus mati biar enggak sedih kayak saya,” katanya dalam sebuah video yang diterima PanturaPost.

“Saya ini enggak gila, saya ingin disayang sama suami, suami saya sering nganggur, saya enggak sanggup lagi kalau (suami) kontraknya habis terus nganggur lagi,” akunya, lanjutnya saat diwawancara oleh beberapa awak media.

Kejadian serupa dengan sudut kasus sosial kemasyarakatan yang berbeda banyak sekali terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Mulai dari kasus kriminal yang berakibat pembunuhan seperti kasus di atas, juga kasus pertengkaran di rumah tangga yang berujung pada perceraian.

Dalam istilah “Jawa” ada kata yang mewakili situasi ini, yakni “sambat.” Sambat adalah kata yang digunakan oleh mayoritas orang Jawa untuk mengekspresikan ketidakterimaan seseorang atas situasi dan kondisi yang terjadi pada diri dan lingkungannya. Ketidakterimaan itu bisa berasal dari kondisi ekonomi yang tidak memadai, kemiskinan, pekerjaan, hubungan keluarga yang tidak harmonis dan lingkungan kerja yang tidak cocok.

“Sambat” itu masalah kemampuan kita menata mindset, mengelola pikiran dan memanajemeni emosi. Ada orang yang terlihat selalu bahagia, ada juga yang terlihat berwajah muram sepanjang hari. Keduanya adalah ekspresi dari kemampuan kita mengelola diri dan pikiran.

Tahun 2004 Archives of General Psychiatry melakukan riset pada 999 pria dan wanita tua selama hampir satu dekade, dan selama riset itu ada 397 peserta meninggal dunia. Hasil riset itu menunjukkan bahwa peserta yang menganggap dirinya sangat optimis memiliki risiko kematian lebih rendah hingga 55 persen, dan orang yang lebih sering mengeluh, mereka berisiko 23 persen lebih tinggi mengalami kematian akibat gagal jantung.  Menurut para peneliti, hal ini bisa disebabkan oleh depresi berat yang dikaitkan dengan pandangan negatif sebagai faktor risiko masalah kardiovaskular.

Studi yang lain juga dilakukan oleh University of California pada tahun 2014, di dalam jurnal Molecular Psychiatry, mereka menemukan bahwa orang yang menderita stres kronis mengalami perubahan di otak, sehingga mereka lebih rentan terhadap kecemasan dan gangguan suasana hati. Hal senada juga dirilis oleh University of California, mereka menerbitkan sebuah jurnal penelitian pada tahun 2008, yang menyebutkan bahwa stres jangka pendek dapat menyebabkan masalah komunikasi antara sel-sel otak di daerah yang terkait dengan memori.

“Akehono anggonmu nyukuri Nikmat, Supoyo lali Carane Sambat”, begitu kira-kira salah satu pepatah Jawa yang begitu populer, yang artinya “perbanyaknya bersyukur atas segala kenikmatan, agar kamu lupa caranya mengeluh.” Pada akhirnya salah satu kunci agar kita menjadi seseorang jauh dari “sambat” atau meminimalisirnya adalah dengan menata mindset kita.

Mindset terkait dengan cara pandang seseorang tentang kehidupan, mindset bisa menjadi penentu seseorang bisa atau tidak dalam menghadapi situasi apapun. Pola pikir ini yang nantinya akan memengaruhi cara berpikir dan berperilaku dalam situasi apapun.

Gagasan mengenai “mindset” pertama kali dikemukakan oleh Psikolog Universitas Stanford, Carol Dweck pada 2006. Dweck membandingkan keyakinan yang berbeda dengan asal muasal kemampuan seseorang. Menurutnya, keyakinan memiliki peran penting bagi seseorang dalam mewujudkan dan mencapai apa yang diinginkannya. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar kita terhindar dari kebiasaan “sambat”, antara lain;

Kuatkan Keimanan dan Keyakinan Pada Allah SWT

Kita telah terlahir sebagai makhluk yang sempurna yang telah diciptakan Allah SWT. Dunia ini terlalu pendek kalau kita hiasi dengan kebiasaan “Sambat”, hamparan karunia dan keberlimpahan telah Allah siapkan untuk kita semua bagi kita yang menyiapkan diri untuk terus bersyukur dan melupakan “Sambat”, karena bersyukur akan mendatangkan lebih banyak kenikmatan dari Allah SWT.

Sebagaimana riset yang dilakukan oleh Dweck kurang lebih 30 tahun yang lalu, bahwa ternyata keyakinan memiliki porsi besar terhadap kesuksesan dan kemakmuran seseorang. Seseorang yang memiliki keyakinan terbaik, maka dia akan mampu menghadirkan pikiran positif dalam dirinya, dan pikiran positif ini yang akan menjauhkan kita dari “sambat.”

Miliki Ekosistem Lingkungan Terbaik

Lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk pola pikir dan perilaku seseorang. Semakin bagus lingkungan seseorang maka dia pun akan menjadi manusia dengan kompetensi dan kapabilitas yang baik.

Seseorang yang tumbuh dari lingkungan dan ekosistem terbaik, maka dia akan menjadi sosok profile yang bijaksana dalam menghadapi segala permasalahan kehidupan. Dia akan semakin dewasa secara pribadi dan sosial dalam menyelesaikan setiap masalah.

Menghidupkan Energi Cinta Dalam Keluarga

Keluarga merupakan “home base” bagi seluruh performance, attitude dan wawasan seseorang. Kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah dalam kehidupan sangat ditentukan oleh seberapa berkualitas hubungannya dalam keluarga, antar sesama anggota keluarga.

Keluarga yang secara terus menerus memproduksi energi cinta dalam keluarganya, maka akan menghasilkan anggota keluarga yang lebih baik, performancenya baik, attitudenya baik dan wawasannya baik. Banyak masalah yang timbul dari keluarga, dan tidak sedikit juga kebaikan, kesuksesan dan kemakmuran yang dihasilkan dari keluarga yang penuh dengan cinta.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img