spot_img
Sunday, May 19, 2024
spot_img

Supriatna, Perajin Patung dari Limbah Ban Bekas; Punya Misi Lingkungan, Karyanya Dibeli Puluhan Juta

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Di tangan orang kreatif sampah bisa berharga. Tergantung bagaimana mengolahnya. Itulah yang dilakukan Supriatna. Pria 57 tahun ini menghasilkan karya seni dari limbah ban bekas yang sering diremehkan.

Di sebuah rumah yang cukup sederhana di Jalan Teratai RT 07 RW 01 Cempokomulyo Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang nampak beberapa patung unik. Berbentuk hewan-hewan di sekelilingnya. Dilihat dari dekat, semua patung itu terbuat dari limbah ban bekas motor dan mobil. Dibentuk sedemikian miripnya dengan kokoh, diberi warna dengan cat sehingga nampak hidup.

Karya-karya menakjubkan itu dibuat oleh Supriatna alias Nana. Bukan seperti pemanfaatan ban bekas pada umumya, yakni tong sampah, tempat duduk atau pot bunga. Melainkan patung  unik berukuran kecil, sedang hingga raksasa pernah dibuat Nana.

Saat ditemui di rumahnya, Nana tengah rehat usai menyiapkan sejumlah karya yang bakal dipamerkan dalam waktu dekat. “Rencananya tanggal 14 Juli nanti di ITN Malang akan diajak pameran, ini baru pertama kali,” cerita Nana kepada Malang Posco Media.

Nana yang merupakan sosok ramah dan murah senyum itu senang berbagi cerita. Berawal dari keresahan dan kepedulian terhadap lingkungan, ia belajar memanfaatkan limbah ban secara otodidak. Dulunya dia adalah seorang karyawan swasta di Malang. Sekitar tahun 2010, Nana melihat kondisi tempat pengolahan sampah terpadu di dekat tempat tinggalnya tak difungsikan.

“Saat itu TPS 3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle) di Jalan Sumedang mangkrak. Padahal baru dioperasikan tahun sebelumnya (2009). Akhirnya mulai saya bersih-bersih di sana secara sukarela,” paparnya.

Ketika mulai memahami seluk beluk TPS, dia melihat banyak hal yang harusnya dimaksimalkan. Tentu sesuai tujuan awal mengolah sampah. Seperti halnya sebuah pengolahan kompos yang lama ditinggalkan akhirnya dioperasikan lagi.

Tak lama setelah itu, aksi pedulinya disambut baik perangkat desa setempat. Kemudian memutuskan untuk membentuk kepengurusan baru Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) TPS 3R Sumedang Bersatu. Nana diangkat sebagai sekretaris pengurus dan akhirnya melakukan aktivitas pemilahan dan pengolahan sampah sehari-harinya.

Barulah beberapa waktu kemudian, dia resah dengan tumpukan ban bekas yang sulit terolah, apalagi terurai. Akhirnya memutuskan untuk mencari cara agar bisa diolah agar bernilai seni. Secara otodidak, Nana akhirnya berhasil membuat replika-replika hewan seperti burung. Sekitar sebulan dia terus melatih kemampuannya itu di sela pekerjaannya.

“Sekitar tahun 2015 mulai belajar. Di situ banyak tumpukan ban bekas. Kalau dibuang kan sulit terurai coba saya bikin replika burung, dari potongan ban dan akhirnya dicat. Ternyata hasilnya bagus,” ungkapnya.

Mulanya Nana membuat replika burung berukuran kecil yang hanya membutuhkan paling banyak 20 ban bekas motor. Ia akhirnya mulai mencoba membuat lebih besar. Satu karya menghabiskan sekitar 40-50 ban. Karena belum sempurna, dia terus belajar dan menggelutinya.

Nana pun mulai menambahkan detail pada karya seninya. Peralatan yang dipakai juga masih sederhana, seperti cutter, obeng, paku dan sekrup.

Tahun 2017 lalu, dia diangkat menjadi ketua dalam perubahan kepengurusan KSM yang baru. Di tahun yang sama Nana mulai mengunggah hasil karyanya di media sosial. Karya yang dibuat waktu itu sudah puluhan, dihibahkannya ke beberapa tempat yang cocok untuk dipajang seperti di sudut taman atau desa tempat tinggalnya.

“Saya ya nggak menyangka sampai ternyata banyak yang suka. Di Facebook banyak yang nanya dan ingin beli. Akhirnya saya lepas dengan harga yang sepantasnya saja,” katanya. Seiring berjalan waktu, Nana mulai mendapat pesanan satu demi satu karya ban bekas buatannya.

Uang hasil penjualan ditabung dan dibelanjakan sebagian untuk mendukung peralatan berkarya. “Seperti sekarang sudah pakai bor dan dril otomatis, dulu masih pakai obeng,” katanya.

Dia bisa menghasilkan sebuah replika dari mulai sehari hingga sebulan. Itu tergantung ukuran dan kerumitan.

Sampai akhirnya ada penawaran dari Kalimantan Tengah. Pembuatan patung -patung replika hewan di sebuah kawasan wisata. Tepatnya sekitar tahun 2019. “Kebetulan yang memesan dan tahu melalui Facebook, dia anggota DPRD di Pangkalan Bun. Karena bingung pengirimannya, akhirnya saya diajak kesana untuk project itu,” tutur bapak empat anak itu.

Di Kalimantan Tengah, lebih dari 30 karya yang dibuat Nana. Mulai dari gajah, kuda, dinosaurus, harimau, hingga replika Moge Harley Davidson berukuran raksasa. Pekerjaan itu dilaluinya sekitar satu bulan lamanya. Di tahun berikutnya dia juga diundang ke Gresik untuk membuat replika dinosaurus dan kelelawar di kawasan wisata. Tercatat karya dinosaurus dari ban bekas di Gresik adalah karya terbesarnya selama ini.

“Tingginya sekitar tujuh meter dengan menghabiskan 1.000 ban bekas. Sekitar sebulan setengah lamanya pembuatan keseluruhan ditambah kelelawar raksasa dan karya lain,” terang pria asli Tanjungpinang Kepulauan Riau itu.

Karanya juga pernah dipesan Ecogreen Jatim Park Group. Yakni patung besar sekitar 13 unit.

“Yang orang biasanya tidak percaya, saya buat sendiri semuanya. Karena tidak gampang mencari tenaga yang bisa mengimbangi sebagai perajin dari ban, kalau memotong ban saja tidak biasa, sudah keringat dingin. Apalagi yang raksasa harus ada rangka besi dan dilas,” jelasnya.

Karya seni unik itu ditekuninya hingga kini bahkan sebagai salah satu penghasilan utama yang menututnya tak memerlukan biaya produksi besar lantaran ada saja sampah ban bekas.

Dia juga didukung oleh keluarga. Bagi Nana, kesulitan biasnya terletak pada proses membuat karakter hewan terkesan hidup. Tak jarang ia harus membongkar ulang saat komposisinya kurang  sesuai.

Sebenarnya kata Nana, dia ingin mengembangkan lebih jauh karya ban bekasnya itu. Beberapa kali dia mencoba mengenalkan ke publik namun hasilnya tak bisa konsisten. Ia tahu hal ini memerlukan kesabaran dan keteguhan. Terlebih banyak anak muda yang sudah menjadi muridnya, diajari hingga pandai membuat karya yang sama dengannya namun tak ada kelanjutan.

Selain tawaran pekerjaan membuat replika di dalam negeri, dia juga mendapat tawaran di Malaysia. Namun saat ini masih dipertimbangkan oleh Nana.

“Beberapa jaringan pertemanan saya di Malaysia ingin beli tapi belum tahu bagaimana ngirimnya,” kata pria kelahiran tahun 1965 itu. Di segi harga, paling mahal dia mampu membanderol karya patung raksasa sekitar Rp 50 Juta.

Nana terus memposting karyanya di media sosial. Selain untuk promosi dan pengenalan, tujuannya agar masyarakat memperhatikan sampah ban bekas yang juga sulit terurai dan akhirnya menjadi ancaman lingkungan.

Ditanya soal prestasi tertentu, dia mengaku belum pernah mendapatkan dari pihak manapun. Termasuk apresiasi pemerintah setempat. Padahal dengan begitu dia bisa lebih bersemangat dan terus mengedukasi masyarakat soal limbah ban dan cara memanfaatkan sebagai karya seni.

“Kedepan limbah ban juga menjadi ancaman. Sudah banya kejadian seperti yang dibuang ke sungai dan menjadi endapan. Maupun yang dibuang ke laut dan menjadi pendangkalan. Kita juga harus memikirkan itu,” imbuhnya, sembari berharap agar dirinya bisa menginspirasi yang lain untuk peduli dan ikut berkarya. (m prasetyo lanang/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img