Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Malang, Slamet Husnan Hariyadi
MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Akhir- akhir ini kebutuhan pangan menjadi perhatian utama masyarakat luas. Sejumlah bahan pangan mengalami kenaikan harga secara merata di berbagai daerah di Indonesia. Di Kota Malang upaya menyediakan ketersediaan pangan menjadi salah satu tugas dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan) yang dipimpin Slamet Husnan Hariyadi.
Bagaimana tantangan yang dihadapi dan apa saja upaya yang dilakukan untuk memastikan ketersediaan pangan di Kota Malang? Berikut wawancara Malang Posco Media (MPM) dengan Slamet, sapaannya.
MPM: “Selama 27 tahun berkarir, didominasi pekerjaan yang berkaitan dengan lingkungan. Bagaimana lika liku dan perbedaannya?”
Slamet: “Saat bertugas di DKP, memang untuk menciptakan Malang Ijo Royo-royo. Konsepnya penghijauan perkotaan. Lalu Malang Kota Bunga, bagaimana Kota Malang lingkungannya asri dengan tanaman berbunga dan tanaman hias. Harus bisa membangun dan memelihara. Tantangannya berat apalagi ketika masyarakat tidak peduli dengan lingkungan dan membuang sampah sembarangan’.
MPM: “Kalau di Dispangtan?”
Slamet: “Di Ketahanan Pangan saat ini, Kota Malang merupakan perkotaan, yang secara definisi tidak menyebutkan ada aktifitas pertanian di dalamnya. Perkotaan definisinya perdagangan, industri dan jasa. Tantangan berat karena pertanian Kota Malang realitanya memang berkurang. Ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk, jumlah kebutuhan tempat tinggal, rumah, perkantoran maupun tempat tinggal lainnya. Pertanian kita berkisar 803 hektar di tahun 2022, lalu tahun 2023 menjadi 778 hektar”.
MPM: “Lalu bagaimana upaya untuk memastikan ketersediaan pangan dan menjaga stabilitas harga pangan?”
Slamet: “Perlu ada kerjasama antardaerah (KAD) dalam rangka menjaga stabilitasi pasokan dan ketersediaan. Bersyukur di Kota Malang juga ada 26 pasar rakyat yang setiap harinya ketersediaan dan kegiatan transaksi dan mekanisme pasar berjalan dengan baik. Banyak komoditi dari luar Kota Malang masuk ke Kota Malang melalui keberadaan pasar”.
MPM: “Bagaimana dengan Kota Malang?”
Slamet: “Produksi Kota Malang, contohnya padi. Produksi per tahun bisa 15 ribu ton sementara kebutuhan 40 ribu sampai 45 ribu ton sehingga secara kebutuhan dan produksi tidak seimbang. Sehingga perlu ada kerjasama antar daerah (KAD)”.
MPM: “Selain itu, usaha apa yang dilakukan Dispangtan untuk meningkatkan pertanian dan menyediakan bahan pangan di Kota Malang?”
Slamet: “Perkotaan tidak memungkinan pertanian secara hamparan lahan. Kami dorong terus pemanfaatan pekarangan yang ada di wilayah RT, RW, maupun kelompok petani, kelompok wanita tani untuk memanfaatkan pekarangan, sebagai usaha pertanian skala pekarangan, perikanan perkotaan dan peternakan perkotaan”.
MPM: “Apakah tingkat RT RW mendukung?”
Slamet: “Dengan ketersediaan pangan di tingkat RT RW, keluarga, akhirnya bisa membantu ketahanan pangan itu sendiri. Sebab tidak pungkiri juga Kota Malang adalah kota wisata dan kota pendidikan. Ini memacu dan memicu kunjungan ke Kota Malang. Mereka pasti menikmati kuliner, sehingga kebutuhan pangan di Kota Malang makin tinggi”.
MPM: “Termasuk adanya mahasiswa baru?”
Slamet: “Mahasiswa baru ke Kota Malang juga membutuhkan kebutuhan pangan sehingga mau tidak mau ketersediaan pangan harus diusahakan terus bekerjasama dengan daerah lain dan di Kota Malang telah dibentuk TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah)”.
MPM: “Apa inovasi yang sedang disiapkan dan akan dilakukan oleh Dispangtan?”
Slamet: “Salah satu contoh yang sudah kami buat, adalah minifood estate. Memanfaatkan pekarangan yang ada dengan konsep pertanian perkotaan urban farming, terintegrasi dengan usaha perikanan dan peternakan perkotaan. Selain kegiatan itu, perlu dibangun Greenhouse, tempat yang cuaca dan suhunya bisa dikendalikan. Sehingga minimal ketersediaan komoditi tertentu bisa diusahakan tanpa ketergantungan musim”.
MPM: “Apakah green house cukup membantu?”
Slamet: “Di sini ada tiga green house, lalu di beberapa balai penyuluh pertanian dan kelompok urban farming sekitar 11 lokasi. Konsep kedepan makin dibesarkan dan diterapkan smart farming”.
MPM: “Bagaimana konsep smart farming yang dikembangkan itu?”
Slamet: “Mengetahui tingkat kesuburan tanah, tanaman melalui aplikasi atau HP. Kemudian untuk penyiraman, tidak perlu datang ke lokasi cukup mengatur jadwal dan otomatis. Semua by internet atau Internet of Things”.
MPM: “Lalu tentang pengembangannya?”
“Untuk penyiraman sudah diterapkan di sembilan kelompok urban farming. Untuk yang lain perlu kami kembangkan. Begitu juga untuk perikanan dan peternakan, untuk pemberian makanan secara otomatis akan dikembangkan. Untuk minifood estate seperti ini memang masih ada satu. Di Tunggulwulung akan kami bangun satu lagi, dan satu lagi di daerah Sukun masih proses penetapan pengguna barangnya, yaitu di Bandungrejosari. Konsepnya kami kembangkan khusus perikanan”. (ian/mar)