spot_img
Saturday, May 18, 2024
spot_img

Berkarakter dengan Table Manner Sejak Dini

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Table manner adalah tata cara makan. Mulai duduk, penggunaan alat makan, sampai etika yang harus dilakukan seseorang saat makan. Etika di sini tidak hanya sebelum memulai makan, tetapi hingga kegiatan makan selesai. Sebenarnya tidak hanya orang dewasa yang harus memiliki etika ketika di meja makan, tetapi anak mulai usia 7-8 bulan juga sudah bisa diajarkan table manner.

Mengajarkan anak table mannersejak dini, sama saja mengajarkan agar mereka memiliki tata krama dan karakter yang baik. Hal ini merupakan modal penting agar nantinya mereka bisa berperilaku dengan baik saat dewasa kelak.

Contoh kasus si A adalah anak usia 6 tahun ketika makan, terlihat tidak betah duduk di meja makan. Si A sangat senang melompat dan berlari kesana kemari. Jika si A dinasehati, maka ia akan menangis dan merengek tidak mau makan makanan yang sudah tersaji di depannya.

Hal tersebut yang membuat orang tuanya harus menyiapkan ekstra tenaga agar bisa menyuapi anaknya untuk makan. Tidak hanya itu, Si A akan melakukan gerakan tutup mulut (GTM) jika makanan yang dihidangkan adalah jenis makanan yang bervariatif. Karena makanan favoritnya adalah mie instan, sosis, atau nasi dan nugget saja.

Sekarang pertanyaan untuk kita, bagaimana cara mengajarkan anak agar bisa makan sambil tenang di meja makan? Atau bagaimana membiasakan anak agar makan dengan teratur, normal atau mau menyantap jenis makanan yang bervariatif?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus tahu dulu gaya belajar anak. Ada tiga gaya belajar anak, yaitu: visual (melihat), auditori (mendengar), dan kinestetik (bergerak). Jika kita lihat dari kasus si A, gaya belajar si A adalah dengan kinestetik.

Anak dengan tipe ini, struktur sarafnya dirancang untuk bergerak. Jadi untuk makan saja memerlukan pergerakan fisik. Apakah salah? Tentu tidak. Hanya saja hal ini mungkin lebih ke faktor etika saat makan.

Tidak tepat jika kita meminta si A untuk menyuruhnya diam, karena bagi anak yang belajar dengan gaya kinestetik, mereka belajar melalui praktik dan menyukai hal-hal yang membuat mereka selalu aktif.

Dengan melakukan atau menyentuh objek yang dipelajari, akan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak dengan gaya belajar kinestetik. Jika diminta diam, hal itu akan membuat kreativitasnya terhambat. Tentu hal ini tidak kita harapkan kepada anak, bukan?

Selanjutnya, jika kita ingin mengajarkan tentang etika kesopanan , kita bisa mulai dari usia 4-5 tahun. Misalnya, makan yang sopan adalah dengan duduk diam di meja makan. Kita juga bisa menerapkan aturan tidak boleh bermain jika makannya belum selesai. Artinya, anak harus menuntaskan makannya terlebih dahulu. Hal ini juga haruslah dibarengi dengan memberikan contoh saat makan bersama secara konsisten dan teratur.

Proses belajar bagi anak akan selalu ada kekurangan dan kesalahan, dan kita harus bersiap dengan konsekuensinya. Termasuk di antaranya adalah ketika anak seusia si A masih belum mau belajar makan sendiri.

Sebagai orang tua, anak harus kita latih koordinasi antara saraf otak dan motoriknya dengan memberikan kepercayaan kepada anak untuk memegang sendoknya dan menyuapkan makanannya ke dalam mulutnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, jika anak terus dilatih akan ada peningkatan dalam proses belajar makan pada anak. Akan ada waktunya anak akan merasa malu ketika disuapi, ketika mereka merasa sudah besar, dan mereka mampu untuk melakukannya sendiri.

Jawaban untuk pertanyaan kedua tentang bagaimana membiasakan anak agar makan tidak diemut, normal atau mau menyantap jenis makanan yang bervariatif, adalah kita perlu memperhatikan beberapa faktor yang menyebabkan anak GTM atau susah makan.

Pertama, faktor fisik. Amati apakah anak yang suka mengemut makanan mengalami gangguan pada gigi dan mulut serta saluran pencernaan. Anak yang makanannya diemut tidak bisa kita standarkan dengan waktu makan orang dewasa. Padahal, jika kita perhatikan, cara makan orang dewasa yang terlalu cepat, juga tidak baik untuk kesehatan. Makanan dikunyah dengan cepat dan terburu-buru apalagi dibarengi dengan minuman yang mengandung tinggi gula akan meningkatkan risiko obesitas dan diabetes.         Makanan yang dikunyah lebih lama akan melumatkan makanan menjadi halus dan mudah untuk dicerna lambung, serta menghindarkan anak makan berlebihan karena merasa kenyang lebih lama.

          Faktor kebiasaan. Jika anak yang terbiasa makan dibarengi dengan aktivitas bermain, menonton TV, yang ada anak hanya akan sibuk dengan aktivitas sampingannya ketimbang makannya.

          Hal ini yang bisa menyebabkan makanan diemut, lupa menelannya atau bahkan mengeluarkan makanannya. Maka dari itu, kita harus mulai membiasakan anak untuk fokus dengan makannya dengan tidak mengajaknya menyambi aktivitas lain.

          Faktor bosan dengan menunya. Orang dewasa jika menu makanannya monoton setiap hari pun akan merasa bosan. Sama halnya dengan anak, jika menu makanannya mie instan, sosis, atau nasi dan nugget saja bisa dipastikan bahwa anak akan cepat merasa bosan.

          Namun, ada sebagian anak yang sudah ketagihan dengan makanan instan dan mengandung banyak MSG. Anak terlahir dengan lidah yang tidak memiliki pengalaman rasa atau flat. Orang tuanyalah yang memberikan mereka “latihan” rasa melalui rasa gurih, asin, pedas, enak, atau tidak enak.

          Jika sudah terlanjur, kita harus mulai berinovasi dengan membuat makanan yang menarik dari makanan favorit si anak. Misal, makanan favoritnya adalah nugget instan, bisa dimodifikasi dengan nugget sayur atau nugget tahu. Bisa juga dengan mie dicampur telur/ ayam, pastikan mie yang dipakai bukan mie instan.     Dengan begitu, anak akan mulai belajar tentang beraneka ragam rasa makanan. Jadi, yang terpenting selain tampilan, asupan gizi juga harus diperhatikan agar memenuhi gizi seimbang.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img