spot_img
Tuesday, May 21, 2024
spot_img

Hadapi Cuaca Mendadak Berubah, Sakit Tak Bisa Seketika ke Dokter

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Pena De Porugal

Apa persamaan tinggal di negara yang memiliki empat musim dengan tinggal di Indonesia apalagi di akhir tahun seperti ini?  Ya, sama-sama semarak mempersiapkan Hari Natal yang spesial. Tapi bukan hanya itu kawan pembaca.  Harus siap menghadapi cuaca yang serba cepat berubah.

===========

MALANG POSCO MEDIA– Bulan November – Desember cuaca kritis. Karena akan memasuki musim dingin. Di Indonesia banyak anak kecil terserang batuk pilek karena kualitas cuaca yang buruk. Sedangkan di Eropa, musim gugur merupakan musim pancaroba. Dari tingginya temperatur saat musim panas. Tiba-tiba dingin, berangin, hujan menuju musim dingin. Dingin menusuk ke tulang.

Suhu musim gugur di Eropa beragam. Di Eropa bagian utara seperti Latvia, Lithuania, dan Rusia sudah wajar turun salju saat musim gugur. Suhunya sudah minus derajat celcius. Di Rusia bahkan sudah minus 20an derajat celcius. Semakin turun ke selatan suhunya semakin tinggi. Mari turun sedikit ke Swiss. Pada bulan Desember seperti ini Swiss sudah mencapai minus 5 – 10 derajat celcius. Salju juga mulai turun. Berbeda dengan di Portugal.

Musim gugur di Portugal jelas tidak ada turun salju. Musim dingin pun juga tak memiliki salju. Kecuali Portugal bagian utara dan di atas gunung. Baru ada salju. Masih sangat beruntung karena sinar matahari masih bersinar terang. Tapi jangan berani coba keluar hanya pakai kaos lengan pendek. Meskipun matahari bersinar juga masih terasa dingin. Ada kalanya seminggu full berkabut, ada seminggu full hujan, ada juga yang full matahari bersinar. Tak lupa dengan beranginnya ya.

Cuaca seperti ini benar-benar membuat badan dibuat pusing. Sistem imun tubuh sedang beradaptasi dengan cepat saat pagi dingin, siang panas, sore berangin kencang, dan malam mendadak dingin. Pernah suatu ketika masih merasakan hangatnya 20 derajat di siang hari dan mendadak 9 derajat di malam hari. Lantai apartemen sudah serasa terlapisi es batu.

Pernah suatu ketika ada kegiatan lomba lari di sekolah Zirco. Hanya intern di kelas masing-masing. Lomba lari diselenggarakan di lapangan sepak bola. Keliling satu putaran lapangan. Pada pagi hari cuaca mendung dan hujan. Sudah komplit ke sekolah pakai baju hangat atau biasa disebut long john, seragam sekolah, dan jaket. Cuaca mendadak cerah pada siang hari. Lomba pun dilaksanakan. Suhu waktu itu sekitar 14-15 derajat celcius. Pulang sekolah dengan keadaan baik-baik saja. Hanya mengeluh capek. Dan ternyata keesokan harinya Zirco demam. Tidak begitu tinggi, sekitar 37-38 derajat celcius.

Sekarang paham mengapa pemain bola di Eropa fisiknya kuat. Karena mereka berlatih diberbagai musim. Daya tahan tubuhnya telah dilatih berlari di udara dingin sejak kecil. Bagi teman-teman Zirco lainnya mungkin hal ini biasa, lari di cuaca dingin habis hujan lagi. Coba kalau sekolah di Indonesia mengadakan acara seperti ini. Mungkin bisa jadi kena protes orang tua karena habis hujan cuaca dingin malah murid disuruh lari-larian. Hahahaha

Berbeda halnya dengan Zygmund,  dia demam hingga 40 derajat celcius. Mendadak tanpa gejala apa-apa. Langsung dibawa ke UGD rumah sakit. Ini pertama kalinya demam tinggi untuk Zygmund. Kejadian itu sekitar jam 7 malam. Langsung banyak dokter dan suster yang sigap menangani pasien. Ternyata banyak juga orang yang pergi ke UGD.

Jika tinggal di Eropa, kita tidak bisa sewaktu-waktu pergi ke dokter. Beda dengan di Indonesia yang ada jadwal praktik dokter. Bahkan dokter anak favoritnya memiliki jadwal praktik setiap hari meskipun di rumah sakit berbeda. Jadi bisa didatangi kapan saja. Di sini harus melalui appointment atau terjadwal. Ada aplikasi RS yang bisa kita pilih hari dan jadwal dokternya. Kecil kemungkinan menemukan jadwal kosong pada hari yang sama. Bahka  general kontrol untuk Zygmund kami sudah booking satu bulan sebelumnya.

Sehingga apabila ada kejadian urgent semua orang pasti langsung menuju UGD. Biaya di UGD jauh lebih mahal dari dokter biasa. Sekali datang 60 Euro (Rp 1.000.000) sedangkan kalau kunjungan ke dokter hanya 15 Euro (Rp  250.000) belum termasuk obat yang diresepkan. Kunjungan ke dokter ini artinya yang booking lewat aplikasi jauh-jauh hari sebelumnya. Oh ya, semua warga di Eropa wajib memiliki asuransi kesehatan. Ini hal pertama kali yang ditanyakan oleh pegawai administrasi selain kartu identitas.

Saat di UGD ada tiga kategori tindakan yang akan dilakukan. Pertama, kalau kasusnya sangat urgent, seperti anak kejang-kejang, muntah atau diare berlebihan langsung mendapat pertolongan

langsung tanpa daftar ke bagian administrasi. Langsung ditangani dokter suster untuk pertolongan pertama. Pemberian infus dan obat-obatan. Bagian administrasi akan meminta data di sela-sela tindakan.

Kedua, mengambil tiket antrean untuk mendaftar ke bagian administrasi. Dilakukan pengecekan. Apabila dirasa urgent maka langsung masuk kamar untuk observasi lanjut. Ada pengecekan pengambilan darah, cek covid, dan tes urine. Kira-kira dibutuhkan waktu empat  jam observasi sampai pasien dinyatakan boleh keluar dari kamar UGD. Apabila memasuki jam lunch atau cemilan, si pasien juga mendapatkan snack dari RS, seperti buah, biskuit, dan jus untuk anak-anak. Ada tambahan 7 Euro (Rp 120.000). Jadi total bayar 67 Euro (Rp  1.120.000).

Sedangkan yang ketiga, hampir seperti di Indonesia. Mengambil tiket antrean, duduk manis hingga dipanggil. Di cek terlebih dahulu oleh perawat. Disuruh menunggu di luar lagi untuk pemeriksaan oleh dokter. Menunggu lagi sampai ada hasil observasi atau langsung pulang dengan membawa resep. Proses menunggu ini sangaaat lama, karena tidak begitu masuk kategori urgent.

Untuk biaya kesehatan atau rawat jalan rumah sakit seperti ini, kami bertiga mendapatkan cover 80 persen dari kantor PMI (Philip Morris International) dan 20 persen dibayar oleh kami sendiri. Sedangkan untuk Papi Fariz cover 100 persen oleh PMI. Perbedaan ini karena tergantung dari top up asuransi yang kami bayarkan ke pihak asuransi. Bagaimana dengan warga lokal lainnya? Ada juga yang sistemnya seperti kantor PMI. Ada pula yang membeli asuransi sendiri. Prosedurnya seperti reimburse atau rekanan rumah sakit sehingga tidak perlu membayar. Kami memakai asuransi multicare, sistemnya kami harus membayar biaya rumah sakit terlebih dahulu baru reimburse ke kantor PMI.

Slogan jangan sampai sakit di Eropa itu benar sekali. Karena belum tentu mendapatkan jadwal dokter sesuai yang diinginkan. Harus siap uang lebih juga kalau memilih ke UGD. Sehat itu mahal. Tapi percayalah sakit juga tambah lebih mahal. Dana darurat untuk biaya kesehatan jangan lupa dipersiapkan. Salam sehat selalu kawan pembaca. (opp/van)
 

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img