Generasi roti lapis atau sandwich generation dikenal saat Dorothy A. Miller seorang profesor sekaligus direktur praktikum Universitas Kentucky tahun 1981 membuat sebuah jurnal yang berjudul “The Sandwich Generation: Adult Children of The Aging.”(Miller, D. A. (1981). Istilah generasi sandwich adalah suatu keadaan yang mana seseorang memiliki tanggung jawab ganda untuk menghidupi dua generasi sekaligus.
Peran generasi sandwich harus memenuhi kebutuhan hidup secara ekonomi, psikologi, dan sosial di dalam keluarga. Dalam menjalankan peran ganda ini, generasi sandwich harus memainkan banyak peran dalam kehidupan sehari-harinya di dalam sebuah struktur keluarga.
Mulai dari menjadi tulang punggung keluarga, menjadi seseorang yang berperan sebagai kontrol sosial di dalam keluarga, serta menjadi seseorang yang memberikan, dan menjadi penggerak afeksi dalam sebuah keluarga. Menjalankan peran sebagai generasi sandwich menurut pandangan psikologi keluarga tentunya akan lebih banyak menghabiskan energi pada si pelaku yang berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Orang-orang yang sudah terbiasa memikul beban berat dalam hidup menghadapi lebih banyak ketegangan, stres, dan kegentingan tiada henti. Itulah yang dialami oleh para generasi sandwich. Dalam arti luas, generasi sandwich adalah generasi “caught in the middle” atau generasi yang terperangkap di tengah-tengah.(Ro, C. (2022, 12 15).
Dimana generasi ini memiliki orang tua dan anak yang masih hidup. Lebih khusus lagi, istilah ini sering merujuk pada orang paruh baya yang mendukung kedua orang tua dan anak-anak mereka, baik secara finansial, fisik, maupun emosional.
Kebutuhan multigenerasi menjadi semakin mendesak setelah pandemi Covid-19, dengan rekor jumlah anak dewasa yang pulang ke rumah dan orang tua lanjut usia membutuhkan bentuk pengasuhan baru. Akibatnya, kebutuhan finansial semakin membengkak tiada habisnya.
Problematik finansial ini telah menempatkan banyak orang pada posisi yang tidak dapat dipertahankan; orang-orang yang sudah memikul beban berat menghadapi lebih banyak tekanan. Tekanan ini sangat berpengaruh terhadap para generasi sandwich, karena dukungan dan sumber daya vital yang langka. Jadi, karena semakin banyak milenial terjebak di tengah-tengah, ada satu pertanyaan besar: Bagaimana solusinya?
Kajian ilmu antropologi sosial turut membahas peran antara maskulinitas dan feminisme dalam problematika generasi sandwich ini. Kaum feminisme pun harus bisa menyetarakan kemampuannya dengan maskulinitas untuk mengantisipasi problem generasi roti lapis ini.
Dimulai dengan perempuan-perempuan masa kini lebih banyak untuk memilih berkarir ketimbang terburu-buru untuk memilih menikah. Generasi sandwich seolah seperti menjadi estafet antar generasi yang sulit untuk diputuskan rantainya.
Sehingga dari konsep psikologi keluarga, perasaan trauma akan timbul bagi orang dewasa yang tumbuh dan dibesarkan di dalam keluarga generasi sandwich. Problematika generasi sandwich ini tidak hanya sampai pada urusan ekonomi saja, tetapi akan banyak mengangkat isu dan menimbulkan permasalahan permasalahan baru.
Seorang penulis bernama Manoj Arora mengatakan “Money is not everything, but is probably just second to Oxygen.” Uang memang bukan segalanya, namun segalanya membutuhkan uang. Di sini generasi sandwich diharapkan mampu menguasi literasi keuangan dengan baik sehingga beban yang dipikul akan terasa ringan.
Literasi keuangan adalah pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola keuangan. Adanya kesadaran ini memiliki efek jangka panjang yang dapat menjaga kondisi keuangan tetap stabil, aman, dan sejahtera.
Literasi keuangan sangat penting untuk dipelajari karena pada kasus generasi sandwich, kebutuhan ekonomilah yang menjadi akar beban psikologis. Untuk memutus rantai generasi sandwich, it starts with you. Segala sesuatu itu harus dari sendiri.
Lalu langkah apa yang harus diambil untuk bisa meraih cerdas literasi finansial? Satu jawaban yang paling fundamental adalah belajar dan praktik. Pengetahuan finansial memang akan membuat seseorang paham instrumen investasi aman dan menguntungkan atau pengeluaran yang sebaiknya dihindari.
Namun demikian, kondisi keuangan tidak akan pernah berubah jika pengetahuan tersebut tidak dipraktikkan. Misalnya saja, pengeluaran belanja secara impulsif atau malas menabung masih gemar dilakukan. Berikut tips cerdas literasi finansial dengan 4A.
Pertama, Atur Gaya Hidup
Gaya hidup seringkali menjadi akar dari segala permasalahan keuangan. Sebab, penghasilan akan dengan mudah habis dalam sekejap hanya demi mengikuti tuntutan dan tren sosial. Padahal biaya hidup itu sebenarnya tidak begitu mahal selama kebutuhan pokok bisa tercukupi. Sedangkan yang paling banyak menghabiskan uang adalah membeli gengsi. Itulah sebabnya, gaya hidup yang sehat dan cukup berperan krusial bagi para generasi sandwich.
Kedua, Ayo Menabung
Literasi finansial lainnya yang tak kalah penting untuk dipelajari dan diterapkan secara kontinu adalah menabung. Dengan menabung baik itu besar ataupun kecil bisa dijadikan sebagai pegangan hidup di masa tua atau kebutuhan masa depan nantinya. Hal ini bukanlah hal yang baru lagi. Saving money is always the best choice.
Ketiga, Asah Soft Skill
Soft skill sangat penting untuk memenuhi tantangan dalam kehidupan profesional dan kesuksesan kita. Bila diseimbangkan dengan life skill, kita akan dengan mudah menjalani hidup lebih efektif dan bahagia. Seseorang dengan soft skill dan life skill yang kuat dianggap memiliki kedewasaan dan profesionalisme yang bisa melahirkan seorang pemimpin. Mereka cenderung nggak mudah terprovokasi dan bisa mengendalikan emosi diri.
Keempat, Anggaran Belanja
Demi menjaga pengeluaran supaya tidak berlebih dan tetap terkontrol, membuat anggaran penggunaan uang yang dimiliki sangat diperlukan. Mengingat poin utama problematika generasi sandwich adalah double responsibilities. Mulai membuat anggaran secara rutin setiap awal bulan atau cukup membuatnya sekali namun dapat digunakan berulang bisa jadi tips jitu memanage kebutuhan.
Setelah anggaran dibuat, mencatat pegeluaran juga tidak boleh dilupakan sehingga di akhir periode nanti bisa dilakukan evaluasi dan penyesuaian. Dengan membuat anggaran dan melakukan evaluasi, maka akan dengan mudah mengetahui apakah pengeluaran sudah sesuai dengan rencana atau tidak.
Kecerdasan pengelolaan finansial sedikit banyak akan menjadi salah satu pilihan solusi terbaik untuk meringankan tanggung jawab para generasi sandwich. Asal yakin, akan berhasil.(*)