spot_img
Monday, May 6, 2024
spot_img

Bincang Cangkir Opini Soal Urgensi Penyesuaian Harga BBM Bagi APBN

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Masyarakat saat ini tengah dihadapkan dengan naiknya harga BBM. Keputusan ini pun berbuah pro kontra karena berimbas pada kenaikan harga bahan pokok lainnya. Namun, apa alasan logis pemerintah kemudian tetap menaikkan harga BBM?

Gambaran terang soal itu terungkap dalam Focus Group Fiscussion (FGD) yang digelar Cangkir Opini bersama mahasiswa di Malang bertajuk ‘Urgensi Penyesuaian Harga BBM untuk APBN 2022 di Ruang Iptek Sengkaling UMM pada Sabtu, (10/9).

Menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Nazaruddin Malik M.Si selaku Wakil Rektor II UMM dan Ali Muthohirin selaku Komisaris Independen BUMN dari PT Adhi Persada Beton.

Dalam FGD ini dipaparkan sejumlah analisis terkait dampak penyesuaian harga BBM terhadap APBN tahun 2022 yang membengkak karena subsidi BBM juga ikutan membengkak dari kompensasi 152.5 T menjadi 502.4 T.

Dalam kondisi ini, beban negara untuk subsidi BBM yang naik tiga kali lipat mengharuskan pemerintah juga harus menyesuaikan harga BBM yang saat ini juga melonjak dari asumsi 60,3 USD perbarel menjadi 98.3 USD perbarel.

Dari situasi tersebut menurut Nazaruddin Malik, langkah penyesuaian harga BBM menjadi pilihan terbaik yang dimiliki pemerintah, meski kemudian keputusan ini menuai pro kontra sekalipun.

Keputusan diambil mengingat konsumsi BBM bersubsidi seperti Pertalite selama ini juga dinikmati masyarakat dari kalangan menengah atas. Prosentasenya bahkan mencapai 80 persen. Hanya 20 persen masyarakat menengah ke bawah yang menggunakan pertalite.

”Jadi kesimpulannya bahwa selama ini distribusi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran, sehingga harus dicabut,” ujar Nazar, panggilannya.

Pemerintah menilai dengan kebijakan mencabut subsidi BBM yang tidak tepat sasaran itu dinilai dapat menyelamatkan APBN. Bahkan bisa dialihkan ke sektor lain yang lebih bermanfaat. Seperti sektor pendidikan, UMKM atau pengembangan sumber daya manusia.

Meski begitu, Nazar menggarisbawahi bahwa naiknya harga BBM ini mau tidak mau pasti memiliki dampak langsung (short term effect). Harga bahan pokok lain juga ikut meroket. Namun menurut Nazar itu hanya dampak jangka pendek dan masih bisa menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak inflasi.

”Tapi dengan syarat, ketika sudah diumumkan harga BBM naik, maka BLT harus langsung digelontorkan. Strategi memperkuat bantalan sosial ini penting agar kekacauan sosial yang berkepanjangan karena efek inflasi dapat terhindarkan,” paparnya kepada Malang Posco Media.

Hal senada dikatakan pemateri lain, Ali Muthohirin yang juga berpendapat distribusi BBM bersubsidi selama ini tidak berjalan optimal. Tadinya, subsidi BBM bermula dari meningkatnya mobilitas warga pasca pandemi COVID-19.

Untuk memacu perekonomian itulah, subsidi BBM akan sangat bermanfaat bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Namun pada kenyataannya juga banyak digunakan kalangan menengah ke atas.

”Tapi paling penting lagi itu, kalau mahasiswa mau, seharusnya bisa mengawal produksi minyak agar tidak bergantung pada impor minyak. Dengan begitu, harga BBM lebih stabil meskipun harga minyak dunia juga tidak stabil,” ujarnya.

Dari diskusi ini diharapkan mahasiswa memiliki alasan logis ketika membahas lebih dalam terkait apa di balik keputusan kebijakan ini. Lutfi Muhtar, Ketua Pelaksana FGD dari Cangkir Opini berharap dari FGD ini terbentuk kesadaran yang bijak dalam menyikapi setiap kebijakan pemerintah.

Meski dalam hal ini dampak pendek yang terjadi dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Namun, tidak semua tahu urgensi apa yang dimaksud pemerintah untuk mencabut subsidi BBM.

”Apalagi alasan kebijakan pemerintah menaikkan ini kan masih simpang siur juga ya. Makanya dari wadah ini menjadi edukasi agar mahasiswa mengambil kesimpulan yang bijak,” terang Lutfi. (eri/sir)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img