spot_img
Saturday, May 18, 2024
spot_img

Ekonomi Kreatif; Lestarikan Batik, Warisan Turun-Temurun

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Batik menjadi salah satu warisan budaya yang menjadi ikon bagi beberapa daerah di Indonesia, dengan coraknya yang khas dari daerah masing-masing. Jika batik yang terkenal dengan coraknya seperti khas Solo, khas Pekalongan, khas Yogyakarta maupun corak khas Cirebon, nyatanya Malang juga memiliki batik dengan corak khasnya sendiri.

Sebagai salah satu perajin batik yang cukup terkenal di Malang, Soendari Batik and Art memiliki corak khas, salah satunya corak topeng Malangan. Direktur Soendari Batik and Art, Satrya Paramanandana mengungkapkan, Soendari Batik sudah ada sejak tahun 2013 lalu.

Direktur Soendari Batik and Art Satrya Paramanandana

“Memang dari keluarga itu bisa dikatakan sebagai perajin batik dan juga penjual kain batik. Sudah menjadi warisan turun-temurun. Kebetulan ibu juga suka koleksi batik dari berbagai daerah, akhirnya kita coba untuk kembangkan. Mulai dari proses pembuatan sampai dengan pemasaran, lahirlah Soendari Batik ini. Kalau Soendari sendiri merupakan nama dari eyang,” ungkap Satrya kepada Malang Posco Media.

Ia menceritakan, bahwa founder dari Soendari Batik, yakni Yunita sendiri merupakan generasi ketiga pembatik dan pedagang batik dari Mojokerto serta Tulungagung. Selain koleksi batik dari berbagai daerah, ibunda dari Satrya tersebut juga kerap mengoleksi beberapa barang antik yang kini dipajang di tempat produksi sekaligus galeri produk, berlokasi di Jalan Soekarno Hatta PTP II, Lowokwaru, Malang.

Ciri khas dari Soendari Batik sendiri lebih mengangkat pada motif-motif yang menjadi kekhasan dari Malang. Tidak lagi menggunakan warna-warna yang retro, Batik Soendari lebih menggunakan warna-warna yang kekinian dan lebih terang, seperti biru, merah dan sebagainya.

Soendari Batik menyediakan dua jenis batik, yakni batik tulis serta batik cap. Beberapa customernya datang dari instansi yang fokusnya untuk pemesanan seragam. Tak sedikit juga yang memesan secara custom dengan menggunakan batik tulis untuk keperluan pribadi.

“Kalau desainnya kebetulan dari saya sendiri, juga ada tim dari produksi yang membantu proses produksi desain. Kami juga menerima kunjungan-kunjungan untuk workshop, baik dari perseorangan maupun dari instansi tertentu. Banyak yang datang dari wisatawan mancanegara ataupun dari instansi pemerintahan,” terangnya.

Produk batik Soendari Batik ini nyatanya juga banyak diminati oleh wisatawan mancanegara. Beberapa wisatawan dari Prancis, Swiss, Jepang dan masih banyak yang lainnya. Sementara ini, untuk penjualan memanfaatkan media sosial seperti Instagram serta offline dengan mengunjungi galeri

“Peminat batik sendiri semakin ke sini semakin meningkat. Dibandingkan sebelum pandemi ya, terus ada peningkatan. Apalagi di kalangan anak-anak muda sekarang sudah mulai banyak melirik batik. Tentu ini menjadi kabar yang menyenangkan bagi kami, karena awareness anak muda terhadap batik itu semakin bagus,” jelasnya.

“Perkembangan semakin maju, dan itu berpengaruh terhadap batik ini. Jika dulu batik warnanya cenderung coklat atau hitam, warna-warna klasik lah. Sekarang lebih berkembang, banyak masyarakat yang suka warna-warna batik yang lebih cerah. Ini mengharuskan kami untuk selalu observasi tren yang ada di sekitar kita, baik warna maupun motif,” lanjutnya.

Harga yang ditawarkan untuk produk dari Soendari Batik ini cukup beragam, mulai dari Rp 50 ribu untuk asesoris. Sementara untuk kain tekstil motif batik mulai dari Rp 100 ribu, batik cap mulai dari Rp 200 ribu serta untuk batik tulis mulai dari harga Rp 300 ribu. Produksi dilakukan setiap hari, dengan libur pada hari minggu.

Ia berharap, bagi generasi-generasi muda sekarang tidak hanya dapat meneruskan pada berkain atau mengenakan batik. Namun lebih jauh dari itu, anak-anak muda bisa juga membatik dan memproduksi batik sendiri agar tetap lestari.  Karena menurutnya regenerasi menjadi kendala yang cukup serius.

“Karena sekarang ini kalau kita lihat di dunia perbatikan yang menjadi permasalahan adalah regenerasi. Banyak anak muda yang mulai suka batik, tapi tidak paham atau tidak bisa cara membatik. Kalau tidak ada penerusnya ya jangan salahkan orang lain jika batik ini diakui oleh negara lain atau malah hilang ditelan peradaban,” tandasnya. (adm/lim)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img