spot_img
Thursday, May 2, 2024
spot_img

Guru dan Transformasi Pendidikan Era 5.0

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Menyesuaikan dengan perkembangan zaman merupakan keniscayaan dan memang mutlak harus kita ikuti. Bidang pendidikan pun mengalami perkembangan yang sangat signifikan, demikian pula yang terjadi di negeri ini. Revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan kehadiran Artificial Intelligence (AI), Augmented Reality (AR), dan Virtual Reality (VR) harus disikapi dengan sangat bijak agar lebih banyak manfaat dan nilai positif bisa kita ambil dan tidak tertinggal dan terlindas karena perubahan yang semakin cepat.

Bahkan wacana revolusi industri 5.0 pun sudah mulai tampak bergerak dengan menitikberatkan pada integrasi antara teknologi canggih seperti AI, IoT, dan teknologi robot. Percepatan revolusi industri yang sangat luar biasa ini benar-benar menjadikan tantangan yang harus dijawab oleh bidang pendidikan. Untuk menjawab tantangan ini bidang pendidikan harus mampu menciptakan kondisi yang mengunggulkan prinsip dasar komunikasi, kolaborasi, dan fleksibilitas.

Menindaklanjuti semua perubahan dengan segala kesenjangan yang ada, maka tidak bisa ditoleransi lagi bahwa bidang pendidikan sebagai kawah candradimuka penyiapan generasi bangsa juga harus melakukan transformasi dan percepatan yang sepadan. Kurikulum Merdeka memang merupakan wujud transformasi dan percepatan yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, namun masih banyak hal yang harus dicermati dan dievaluasi agar transformasi pendidikan berjalan sesuai dengan visi misi dan tujuan pendidikan nasional.

Berbagai sisi dari program transformasi dan percepatan pendidikan harus secara masif dilakukan pengkajian dan evaluasi secara intensif agar bisa diperoleh pencitraan yang benar sesuai dengan kondisi nyata. Namun, bagaimanakah wujud riil dari transformasi pendidikan yang paling mendasar dan bisa dilakukan oleh seorang pendidik?

Pendidik sebagai garda terdepan pendidikan di Indonesia memang sangat menentukan keberhasilan transformasi pendidikan ini. Hal paling mendasar yang dilakukan oleh seorang pendidik adalah mengikuti dan menyesuaikan perkembangan yang ada sehingga tidak tertinggal dan terlindas oleh perubahan.

Menyesuaikan dengan kondisi peserta didik menjadi sebuah keharusan, karena tren yang ada adalah student center bukan lagi teacher oriented. Menjadi seorang pendidik tidak bisa lagi harus memaksakan kondisi kepada seluruh peserta didik, tetapi justru harus mampu mampu menyesuaikan dengan kondisi peserta didik.

Tentu saja bukan hal yang mudah bagi pendidik untuk melakukan hal ini. Mengubah paradigma yang sudah melekat dan mendarah daging memerlukan perjuangan, proses, dan waktu. Apalagi bagi para pendidik yang sudah terkategori senior dan merasa nyaman dengan kondisi sebelumnya.

Salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang pendidik dalam era transformasi digital ini adalah menyesuaikan dan membiasakan diri dengan beragam aplikasi teknologi AI. Siap atau tidak siap pendidik harus mampu beradaptasi dengan hal ini. Sementara itu ada hal lain yang kadang terlepas dari perhatian dan analisis kita, yaitu perubahan perilaku dan psikologis peserta didik yang cenderung merasa memiliki kebebasan tidak terbatas dan lemah tanggung jawab.

Kurang memiliki rasa peduli dan tanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan menjadi fenomena yang menyeruak ke permukaan. Bagi pendidik kondisi ini menjadi tantangan yang harus ditemukan solusinya agar dampak negatif dapat diminimalkan.

Sebagaimana disampaikan H.A. Simon (1987) kecerdasan buatan merupakan kawasan penelitian, aplikasi, dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal yang berbentuk kemudahan. Perkembangan teknologi ini demikian menohok dengan munculnya individu-individu yang sangat lemah jiwa sosialnya.

Hal ini diperkuat dengan guru atau pendidik tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar. Kebebasan dan kemampuan akses informasi yang demikian luas tampaknya juga berdampak pada menurunkan kepercayaan peserta didik terhadap guru atau pendidik di sekolah. Apakah hal ini juga berdampak pada guru yang seolah-olah menjadi kehilangan jati diri dalam profesinya? Tentu saja jawabannya sangat bergantung dari berbagai sudut pandang.

Secara psikologis agar bisa diterima oleh peserta didik, ada kalanya sebagai seorang pendidik harus mampu menyesuaikan dengan dunia anak-anak. Kadang kita harus mampu bermain peran sebagai teman, kakak, atau orang tua mereka. Pada saat seperti inilah diperlukan kemampuan untuk benar-benar bersikap sangat bijak.

Nah, jika sudah demikian maka apakah guru akan kehilangan jati diri dalam profesinya? Justru guru harus semakin dapat menemukan jati dirinya secara lebih utuh. Profesi pendidik atau guru memang menuntut keseimbangan dalam segala sisi agar bisa tampil menjadi pribadi yang utuh sebagaimana tuntutan kompetensi pedagogi, profesional, sosial, dan kepribadian.

Dengan demikian menjadi sangat mutlak bagi seorang pendidik untuk meningkatkan kompetensi di bidang teknologi secara berkelanjutan agar tetap menjadi figur yang diharapkan oleh peserta didik. Faktanya performansi, kompetensi, dan inovasi seorang pendidik menjadi bagian integral dalam pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img