spot_img
Saturday, May 11, 2024
spot_img

Meneladani Ibrahim dan Ismail di Era Milenial

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Kalau ada pertanyaan, siapakah yang paling tunduk dan taat kepada perintah Allah, apakah seorang ayah atau seorang anak? Jawabannya telah diabadikan oleh Allah SWT dalam Alquran Surat As Saffat (37): 102.

         Yang artinya: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”  

         Dalam konteks ini, seorang ayah dan anak sama-sama punya potensi ketaatan dan ketundukan yang luar biasa kepada sang Maha Pencipta. Ibrahim sebagai seorang nabi dan rasul, yang telah memahami bahwa mimpinya adalah wahyu, tidak serta merta bersikap arogan terhadap anaknya, Ismail.

         Meski andai saja, Ibrahim langsung melakukan apa yang dilihat dalam mimpinya karena itu perintah Allah, tapi Ibrahim memilih menjadi ayah yang demokratis. Ia mengajak anak yang dicintainya, Ismail untuk berdialog dengan sangat santun. Ibrahim bertanya dengan bijaksana dan meminta pendapat anaknya.

         Dan potret anak yang sholeh dan sabar ditunjukkan oleh Ismail. Sebagai anak yang taat kepada kedua orang tuanya dan tunduk kepada Allah SWT, ia pun tidak menolak, apalagi melawan apa yang disampaikan kepadanya. Padahal jelas-jelas perintah itu akan menghilangkan nyawa dan hak hidupnya.

         Tapi Ismail bersikap sabar dan pasrah. Karena sebagai hamba, sebagai anak sekaligus umat ayahnya, Ismail mengutamakan ketaatan dan ketundukan serta kepasrahan kepada Allah SWT. Ia rela berkurban dan menyerahkan jiwa raganya untuk disembelih karena ia tahu itu perintah Allah SWT.

         Dalam kisah ini jelas, Ibrahim dan Ismail sama-sama memberikan pelajaran berharga tentang pengorbanan yang tiada batas. Tak ragu dan tidak menawar nawar lagi bila Allah SWT yang sudah memerintahkan. Keduanya menunjukkan kecintaan kepada Allah SWT mengalahkan segala-galanya di dunia.

         Karena itulah, kepasrahan dan kesabaran keduanya membuat Allah SWT percaya bahwa keduanya adalah hamba yang benar-benar taat. Karena itulah, saat Ibrahim sudah mau menyembelih Ismail, Allah menggantinya dengan seekor kambing gibas. Penyembelihan hewan inilah yang kemudian diabadikan dan menjadi ritual kurban sampai akhir zaman.

Era Milenial

         Mari kita tengok di era milenial sekarang. Bagaimana hubungan antara seorang anak dengan ayahnya. Apakah seorang ayah bersikap harmonis, romantis dan bijaksana terhadap anak-anaknya. Atau sebaliknya seorang anak bersikap lemah lembut dan sopan santun terhadap ayah dan ibunya.

         Ideal, seperti dicontohkan Ibrahim dan Ismail dalam kisah Alquran di atas, maka tidak ada alasan orang tua tidak harmonis sama anak-anaknya. Begitu juga seorang anak, tidak ada alasan tidak taat dan patuh kepada kedua orang tuanya. Selama ayah dan ibunya memenuhi perintah Allah SWT.

         Jadi sangat jelas di sini, standar atau patokan utamanya, adalah selama yang diutamakan perintah Allah, selama itu pula seorang ayah harus memenuhi hak anak. Begitu juga sebaliknya. Tapi bila tidak, maka seorang ayah tidak harus memaksakan diri untuk memenuhi hak anak, apalagi bila urusan itu masih berkutat masalah dunia. Dan orang tua belum mampu untuk memenuhinya.

         Betapa tidak, kita sering mendengar, bila seorang anak ingin sesuatu, bukan dengan nada rendah dan sopan meminta kepada ayah atau ibunya. Tapi dengan nada marah, emosi dan ancaman. Ingin handphone atau laptop misalnya. Seorang anak ada yang tega sampai menganiaya kedua orang tuanya. Padahal jelas-jelas orang tuanya belum mampu untuk membelikan apa yang dimintanya.

         Masih hangat di ingatan kita, peristiwa yang menggemparkan wilayah Malang 7 Juni 2022 lalu. Seperti diberitakan Malang Posco Media (8/6/2022). Pagi sekitar pukul 06.30 WIB, wilayah Desa Manggisari Desa Bocek Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang gempar. Sebab ada seorang remaja berusia 19 tahun merangkak keluar rumah dengan kondisi leher nyaris putus. Sementara di dalam rumahnya, seorang nenek berusia 70 tahun tewas bersimbah darah.

         Tetangga yang mengetahui kejadian itu langsung menyelamatkan sang remaja yang ternyata cucu dari sang nenek. Ia dibawa ke rumah sakit karena mengalami luka yang cukup parah dan kritis. Saat itu polisi masih belum mengungkap kasus apa sebenarnya yang terjadi pagi itu. Apakah pencurian, atau kejahatan lainnya. Dan siapa yang melakukan kejahatan sekeji itu?

         Saat itu dan beberapa hari kemudian, kasus itu masih buntu. Belum ada titik terang, siapa yang membunuh sang nenek, dan kenapa sang cucu lehernya nyaris putus? Apakah karena membela sang nenek saat menghadapi pelaku yang membunuh neneknya? Atau bagaimana? Semua masih tertutup informasinya. Apalagi sang cucu dalam perawatan medis di Rumah Sakit.

         Awal Juli, semua terungkap saat sang cucuk akhirnya meninggal dunia di rumah sakit, 1 Juli 2022. Polisi akhirnya menghentikan penyelidikan karena tersangka meninggal dunia. Ternyata sang cucu lah yang menghabisi sang nenek dan kemudian bunuh diri dengan ‘menyembelih’ lehernya sendiri. Usut punya usut, sang cucu marah karena tidak dibelikan sepeda motor. Sumber lain menyebut, sang cucu sering dimarahi korban.

KEPRIBADIAN TAUHIDI

         Ibadah haji dan kurban yang dilaksanakan bersamaan oleh Umat Islam akan melahirkan empat kepribadian bagi yang melaksanakannya. Kepribadian ini akan terus menguat selama konsisten untuk terus beribadah kepada Allah SWT.  

         Pertama, kepribadian tauhidi. Ibadah haji dan kurban sama-sama untuk memenuhi panggilan Allah SWT. Ibadah yang penuh kepatuhan dan ketundukan terhadap Sang Rahman. Hal ini tercermin dalam lafal talbiyah yang lazim dikumandangkan pelaksana ibadah haji.

 لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ  

         Artinya, “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”  

         Ibadah kurban, jika ditelaah dari sejarahnya, Nabi Ibrahim menunjukkan keimanan dan ketundukan yang sebenar-benarnya saat anak yang paling disayanginya harus disembelih atas perintah Allah SWT. 

         Kedua, kepribadian mujahid atau pejuang. Ibadah haji maupun kurban merupakan ibadah yang membutuhkan kesungguhan dalam menjalankannya. Keduanya membutuhkan biaya yang banyak. Bukan hanya materi, ibadah haji dilaksanakan penuh perjuangan baik secara fisik maupun psikis: meninggalkan keluarga, tanah air, jabatan, status, mengekang hawa nafsu dan sebagainya.  

         Ketiga, kepribadian syakirin (orang-orang bersyukur). Islam tidak mengenal paksaan dalam beribadah. Sama halnya perintah ibadah haji, kewajiban menjalankannya adalah bagi orang Islam yang mampu. Ibadah kurban pun demikian adanya, untuk bisa mendapatkan binatang kurban harus mengeluarkan biaya jutaan, bahkan puluhan juta. Apalagi di zaman sekarang ini. Karena itu, tidak ada alasan sebagai hambanya untuk tidak bersyukur, Allah telah menganugerahkan nikmatnya yang melimpah ruah.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img