spot_img
Monday, May 20, 2024
spot_img

Yuwono Oktav, Hobi Kulineran Sekaligus Raih Cuan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Suatu hobi akan sangat menyenangkan apabila menjadi sebuah pekerjaan. Apalagi hobi kulineran. Selain bisa menikmati beragam jenis kuliner, juga bisa sekaligus meraih cuan. Hal ini seperti yang biasa dilakukan oleh seorang food vlogger atau selebgram kuliner.

Namun demikian, tidak jarang yang menyadari, sebenarnya juga masih ada risiko dalam pekerjaannya tersebut. Sama seperti setiap pekerjaan yang pasti ada risikonya. Hal itu ditegaskan oleh Yuwono Oktav, food vlogger asli Malang kepada Malang Posco Media.

“Karena berhubungan dengan sesuatu yang masuk dalam tubuh, jelas (risikonya) adalah masalah kesehatan. Sering keracunan, karena kita tidak tahu dan mau tidak mau harus makan. Beberapa yang lain malah sampai kolesterol tinggi,” ungkap Yuwono.

Risiko lain, kadang masyarakat sulit membedakan dirinya tengah bekerja atau justru sedang melakoni hobinya. Bahkan risiko lain, ada imej yang belakangan muncul, bahwa menjadi food vlogger dianggap hanya mencari makan gratis.

“Padahal ya tidak begitu. Ada yang memang suka makan, suka foto, ada yang suka mengenali ragam makanan,” tukasnya.

Kendati begitu, tentu selain duka, juga ada suka. Dengan menjadi reviewer makanan seperti ini, Yuwono mengaku seolah mendapat priveledge atau keuntungan bisa menjajal terlebih dahulu suatu hidangan sebelum masyarakat umum menikmatinya.

Yuwono sendiri mengaku dirinya terjun menekuni profesi itu lantaran orang tuanya yang mempunyai usaha catering. Yuwono yang telah lulus dari ITKN Widya Cipta Husada Kepanjen tahun 2013 lalu itu pun tergugah minatnya menjajal beragam aneka bumbu masakan. Alhasil, tawaran kerja dari rumah sakit pun ia tolak. Selain karena suka dengan makanan, Yuwono mengakui dirinya tidak begitu suka dengan kegiatan rutinitas yang membosankan.

Sekitar 2015, Yuwono pun sempat mencoba kerja di suatu Coffeshop dengan posisi seperti Supervisor. Disitulah ia mengerti seluk beluk usaha kuliner. Tidak hanya itu, karena dia juga penggila fotografi, ia pun mulai belajar memotret makanan dengan HP.

“Waktu itulah milestone perkembangan kuliner di Kota Malang. Sebelumnya ramai di Twitter dan 2015 ramai Instagram di situ milestone pertama dan banyak kuliner dengan tema muncul seperti Rachel Risol, Gedang Ganteng, dan sebagainya. Akhirnya coba sana sini untuk mengasah skill fotografi, pakai HP,” beber pecinta teater ini.

Mulai mengarah profesional yakni sekitar 2017. Disitu ia lebih cocok disebut sebagai food photografer dan saat itulah ia berani menerima job. Yuwono pun mengelola beberapa akun kuliner di sosial media. Yakni akun Ngalamkuliner di Instagram, akun Daftarmenumalang di Instagram dan akun Malangkuliner di Twitter. Sedangkan akun utamanya adalah akun yuwonooktav di Instagram.

Berjalannya waktu, profesi seperti ini ternyata makin banyak dilakukan oleh orang lain. Singkat cerita, sejak 2021, Yuwono pun kemudian juga menjadi Food Stylish.  Tugasnya menata makanan sampai mendetail bagaimana supaya kelihatan hangat, fresh, atau menggiurkan. Mulai dari piringnya, sampai di luar piringnya ditata sedemikian rupa sampai jadi estetik.

“Di Malang masih sangat sedikit, padahal di kota lain sudah banyak yang berprofesi Food Stylish karena memang sudah bidang kerja yang berbeda. Beda dengan Food Photographer,” kata alumnus SMAN 7 Malang ini.

Selain itu, Yuwono juga membuat sebuah agency bernama Tagarap yang berfokus pada pengelolaan sosial media. Utamanya terkait pembuatan konten dari akun sosial media milik berbagai perusahaan. Sudah ada 7 restoran yang kini tengah berjalan dan bekerjasama dengan agencynya itu.

Semua profesinya, baik menjadi food vlogger, food stylish hingga agency sosial media dilakukannya dengan sepenuh hati. Apalagi setiap bekerja, ia selalu didampingi oleh istri tercintanya.

Terlepas dari itu, Yuwono pun berharap agar dunia ‘review makanan’ bisa terus berkembang namun tetap mengutamakan kepentingan calon konsumen dari makanan yang direviewnya. Baik pelaku kuliner maupun reviewernya jangan kebanyakan gimmick dan overclaim (klaim berlebihan). Sebaiknya natural saja agar calon konsumen minatnya benar-benar kepada makanannya, bukan gimmicknya.

“Selain itu, harapannya banyak konten kreator baru yang muncul dengan konsep yang fresh dan beda dengan yang lain. Biar iklim review makanan ini semakin kuat, bagus dan sukses banyak temannya. Istilahnya kalau kita diatas puncak gunung kan enak, tapi kalau diatas gunung sendirian tidak enak,” pungkasnya. (ian/bua)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img