spot_img
Saturday, May 4, 2024
spot_img

Perceraian Masih Tinggi, Mengapa?

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Kasus perceraian di kota Malang angkanya menunjukkan masih cukup tinggi. Jika mengacu data yang dirilis   di situs resmi kantor Pengadilan Agama Kota Malang, selama  tahun 2023 terdapat 1.990 kasus perceraian. Sementara jika mengacu data yang dirilis oleh JawaPos.Com (edisi 27-3-2024) menyebutkan bahwa selama tahun 2023 tecatat sebanyak 2.028 kasus perceraian di Kota Malang.

Di awal tahun 2024 ini saja, yakni selama Januari dan Februari, sudah tercatat sekitar 141 kasus perceraian yang ditangani oleh Kantor Pengadilan Agama Kota Malang. Mengapa kasus perceraian di Kota Malang ini masih tinggi? Terungkap pula berbagai alasan yang menjadi faktor penyebab terjadinya perceraian di Kota Malang.

Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain: sebanyak 1.013 kasus (50,90 persen) karena adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami dan istri, sebanyak 542 kasus (27,24 persen) karena faktor ekonomi, sebanyak 300 kasus (15,08 persen) karena faktor kurangnya tanggung jawab yaitu salah satunya meninggalkan pasangan, sebanyak 46 kasus (2,31 persen) karena faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sebanyak 44 kasus (2,21 persen) karena faktor perzinahan, dan sisanya sebanyak 45 kasus (2,26 persen) karena faktor-faktor lain.

Tampaknya modus faktor penyebab terjadinya perceraian secara umum relatif hampir sama di berbagai daerah di Indonesia. Misalnya, hasil studi literatur yang telah dilakukan oleh Manna, Doriza, dan Oktaviani (2021) mengidentitifikasi faktor penyebab terjadinya perceraian adalah berkaitan dengan persoalan ekonomi, komunikasi yang buruk antara suami dan istri, adanya orang ketiga atau perselingkuhan,dank arena adanya perbedaan latar belakang sosial dan budaya antara suami dan istri.

Demikian pula hasil kajian literatur yang dilakukan Pragholapati (2020) ditemukan bahwa terjadinya perceraian disebabkan oleh beberapa aspek, seperti ketidak harmonisan  hubungan suami istri dari segi pemenuhan kebutuhan biologis, persoalan prinsip hidup yang berbeda, perbedaan penghasilan dalam peningkatan kesejahteraan hidup, adanya perselingkuhan, yakni Pria Idaman Lain (PIL) dan Wanita Idaman Lain (WIL) sebagai pihak ketiga perusak hubungan rumah tangga, perbuatan-perbuatan yang melanggar peran dan fungsinya masing-masing sebagai suami atau istri, seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan adanya pengaruh dukungan sosial dari pihak luar.

Terjadinya proses perceraian tentu saja akan mengalami dampak negatif bagi anggota keluarga tersebut, terutama dampak negatif bagi anak. Mengacu hasil studi Ariani (2019), menemukan dampak perceraian orang tua terhadap kehidupan sosial anak, yakni mendorong perilaku kenakalan remaja, stres, phobia, sedih dan bingung menghadapi masalah yang ada, tidak mampu mengungkapkan perasaan, adanya perasaan kehilangan orang tua, daya imajinatif berkurang, kurang percaya terhadap pasangan (bagi yang dewasa), dan kurang percaya diri baik di lingkungan sekolah maupun tempat tinggalnya.

Membentuk keluarga adalah merupakan hak setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Sebagaimana dinyatakan dalam UU 1945 Pasal 28B bahwa setiap orang berhak membentuk  keluarga dan melanjutkan  keturunan melalui perkawinan  yang sah.

Keluarga merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang terikat oleh ikatan darah, perkawinan, serta  tinggal bersama. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga dipandang sebagai institusi yang memiliki fungsi penting dalam masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya anak. Dalam konteks  ideal perkembangan anak akan optimal apabila mereka bersama keluarganya yang harmonis, sehingga berbagai kebutuhan yang diperlukan dalam mendukung tumbuh kembang anak dapat terpenuhi.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Healt Organization; WHO), secara global fungsi keluarga itu meliputi fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi, dan fungsi pendidikan. Sedangkan dalam perpektif sosiologi, menurut Macionis (2012) fungsi keluarga meliputi fungsi socialization, regulation of sexual activity, social placement, dan material and emotional security.

Pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Sejatinya setiap keluarga harus memiliki komitmen yang kuat untuk membanguna keluarga harmonis. Keluarga akan harmonis bila para anggota keluarga di dalamnya bisa berhubungan secara serasi dan seimbang. Keluarga harmonis ditandai dengan adanya relasi yang sehat antar setiap anggota keluarga sehingga dapat menjadi sumber hiburan, inspirasi, dorongan yang menguatkan dan perlindungan bagi setiap anggotanya.

Kehidupan berkeluarga dituntut adanya hubungan yang baik dalam arti diperlukan suasana yang harmonis yaitu dengan menciptakan saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga, saling menghargai dan saling menyayangi. Mari kita bangun keluarga yang harmonis dan tangguh.(*)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img