spot_img
Saturday, May 18, 2024
spot_img

Dewi Mardia, Rangkul Perempuan Buruh Tani Jadi Pembatik; Modalnya dari Hasil Pinjaman, Lestarikan Motif Desa Ngenep

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Dewi Mardia membina puluhan perempuan buruh tani membatik di rumahnya. Disebutnya Kelompok Wanita Tani (KWT) Dahlia.  Ini merupakan upaya memberdayakan kaum perempuan kreatif dan mandiri. Selain itu juga mengangkat kearifan lokal berupa motif desa. 

Di sebuah ruangan berukuran 20 x 5 meter, puluhan perempuan memproduksi batik pesanan. Ruangan itu terletak di sebelah rumah Dewi Mardia. Lokasinya  di Jalan Singojoyo RT 04 RW 01 Desa Ngenep  Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. 

Di ruangan itu pula mereka memproduksi berbagai jenis motif batik. Terlihat, perempuan usia 52 tahun tersebut bersama pengrajin lainnya sedang menempelkan motif batik Garudea pada kain menggunakan alat cap.

“Kami sedang memproduksi pesanan ASN Kabupaten Malang. Meminta ada motif garudea sebagai ciri khas,” kata Dewi. 

Kegiatan kreatif itu diwadahi Kelompok Wanita Tani (KWT) Dahlia. Terbentuk pada tahun 2016. Anggotanya para perempuan. Sebelumnya, kata Dewi, para pengrajin tersebut buruh tani, tidak memliki lahan. Namun karena lahan banyak berubah menjadi perumahan, produktivitas  mereka  berkurang.

“Kemudian saya sarankan tidak patah semangat,” kata ibu dua anak tersebut. Dewi yang lulusan setara SMP di Ponpes Gadingkasri Kota Malang ini  mulai berlatih membatik sejak tahun 2013. Dengan keahliannya itu  ia merangkul para buruh tani perempuan untuk dibina membatik.  Selain itu ia telah berkelana mendampingi masyarakat umum di wilayah Malang Raya untuk pelatihan membatik.

“Alhamdulillah sekarang para pengrajin sudah bisa mandiri dan menjualnya. Di KWT Dahlia sekitar 25 pengrajin yang saya bina,” imbuhnya.

Pengrajin batik di KWT Dahlia berusia rata-rata  40 tahun  sampai 60 tahun. Jenis batik yang dihasilkan di antaranya, batik cap, lukis  dan pewarna alam atau disebut ecoprint dari pohon Mahoni. Semua kain batik karya mereka bisa dijadikan pakaian, syal ikat dan selendang. Harga produknya dijual mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu ke atas. Pun produk KWT Dahlia sudah memiliki izin edar.

Proses pembuatan paling lama dua minggu. Tergantung motif dan jumlah pemesan. Selain ASN Kabupaten Malang dan masyarakat Malang Raya, batik buatan KWT Dahlia juga dipesan dari pihak bank milik BUMN yang ada di Jakarta, dan Tulungagung.

“Pernah masuk ke Taiwan juga. Saat itu, ada teman yang memesan,” sambungnya.

Banyaknya pemesan datang karena informasi  dari mulut ke mulut. Bahkan  kemarin, Dewi mengaku kuwalahan memproduksi. Sebab, produknya mulai menipis. Dalam sebulan, KWT Dahlia meraup Rp 6 juta per bulan.

Dilanjutkannya, peralatan dan bahan membatik dikucurkan dana dari uang miliknya yang dipinjam di salah satu lembaga peminjam.  

Namun setelah berkembang, terdapat alat pengering kain. KWT Dahlia mendapat dari program  bantuan Pemkab Malang dan Desa Ngenep.

“Produk para pengrajin kami masukan ke galeri-galeri. Termasuk galeri milik Pemkab dan di rumah saya ini,” lanjutnya.

Ditambahkan Dewi, ia juga membuat motif batik mengambil budaya local  Desa Ngenep Karangploso. Disebutnya motif pepaya. Itu karena Ngenep dahulunya desa penghasil pepaya. Menurut Dewi, setiap goresan memiliki makna yang dalam. Karena itu, pembuatannya tak biasa.

“Untuk motif pepaya hanya digunakan warga Desa Ngenep  Karangploso. Kalaupun digunakan warga wilayah lain, harus meminta izin dulu,” tutupnya. (den/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img