spot_img
Tuesday, May 21, 2024
spot_img

Sekeluarga Relawan PMI Kabupaten Malang; Suami dan Mantu Bangun Huntara, Istri Anak di Dapur Umum

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Usianya tidak muda lagi. Namun untuk urusan sosial dan kemanusiaan, Santoso selalu bergerak cepat. Pria 60 tahun ini tak sendirian, tapi sekeluarga tergabung sebagai relawan PMI Kabupaten Malang.

Panggilan sosial dan kemanusiaan membuat semangat Santoso selalu muda. Sekeluarga pasti bergerak cepat. Istrinya Endang Wiwik Ernawati, anaknya Betris Noventi dan menatu Rigo Arfianto kompak bergerak.

Tak hanya waktu dan tenaga, materi pun diberikan.  “Apa yang dibutuhkan (korban bencana), kami berusaha untuk memenuhi,’’ katanya.

Menjadi relawan PMI diakui Santoso dilakukan sejak masih muda. Awalnya sering terlibat dalam kegiatan sosial. Kemudian intens mengikuti kegiatan PMI Kabupaten Malang. Apalagi setelah mengikuti pelatihan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat).

“Kalau dulu masih muda jadi relawan, terlibat aksi sosial mengikuti arahan dari korlap. Tapi setelah mengikuti pelatihan, secara manajemen sudah lebih tertata. Maksudnya, saat ada bencana, tindakan apa yang harus dilakukan kami sudah tahu dan langsung mengerjakan,’’ kata Ketua Sibat Kecamatan Ampelgading ini.

Santoso dan Endang mengikuti pelatihan Sibat tahun 2019 lalu. Alasan mengikuti pelatihan itu karena ingin mengabdikan diri kepada masyarakat.

Satu bulan usai mengikuti pelatihan Sibat, dia mendapat informasi

mobil masuk Jurang Manjing di Kecamatan Ampelgading. Peristiwa ini mengakibatkan dua orang meninggal dunia, dua orang lainnya mengalami luka berat. 

Bergerak cepat, Santoso dan Endang bergegas ke lokasi kejadian. Bersama delapan anggota Sibat Kecamatan Ampelgading, Santoso memberikan pertolongan. Dia bertindak sebagai koordinator penanganan evakuasi korban kecelakaan. Menggunakan handy talky, ia berkomunikasi dengan anggota Sibat lainnya yang berada di jurang. “Dari atas kami mengkoordinir teman-teman yang memberikan pertolongan di dasar jurang,’’ katanya.

Bukan pekerjaan mudah saat menjadi koordinator di lapangan. Apalagi salah satu korban kecelakaan terlempar dari mobil dan tubuhnya tersangkut di pohon.

“Yang nyangkut di pohon itu anak-anak. Ini yang sedikit sulit, kami sempat ragu. Tapi rasa itu (keraguan) hilang oleh niat kami yang ingin menolong. Menggunakan peralatan seadanya, kami menyelamatkan nyawa si anak yang tersangkut di pohon,” kenang dia.

Penyelamatan anak yang tersangkut di pohon itu menggunakan cara manual. Dua anggota Sibat berbadan kecil naik pohon untuk evakuasi. “Itu butuh konsentrasi sangat tinggi. Alhamdulillah, saat itu salah satu anggota dapat meraih kantong celana korban sehingga anak tersebut terselamatkan,’’ urainya.

Itu bukan satu-satunya Santoso memberikan pertolongan. Tak berselang lama, Santoso sekeluarga terlibat dalam evakuasi dan penanganan korban gempa bumi yang terdampak di Ampelgading dan Dampit.

Tanpa menunggu perintah dia dan istrinya langsung bergerak. Yakni

membuka dapur umum.

Menggunakan uang pribadi Santoso berbelanja bahan makanan. Mulai dari beras, telur, minyak goreng dan sayur. Alasan Santoso membuka dapur umum agar warga terdampak gempa yang mengungsi tetap bisa makan.  Sehingga kesehatan tubuh terjaga.

“Setiap hari kami menyediakan lebih dari 500 bungkus makanan untuk pengungsi dan relawan. Kami ikhlas, prinsipnya kami ingin membantu,’’ kata dia.

Santoso bersama anggota Sibat  dan relawan PMI ikut bantu membangun hunian sementara untuk para pengungsi. Ia bahkan rela mengeluarkan uang pribadinya untuk membeli material atau bahan bangunan guna membangun hunian sementara.

“Waktu kejadian gempa, istri dan anak saya di rumah mengkoordinir dapur umum. Sedangkan saya dan menantu terlibat pembangunan hunian sementara (huntara) atau tenda pengungsian,’’ urainya.

Santoso mengatakan saat membantu sesama dia sama sekali tidak menghitung. Selalu ikhlas. “Itu juga yang saya ajarkan kepada istri, anak maupun menantu. Sekarang cucu saya juga ikutan, kalau ada kegiatan sosial dia juga ikut,’’ ungkap Santoso.

Ia mengatakan ada kepuasan tersendiri saat membantu orang lain. “Apa ya rasanya tidak dapat digambarkan. Saya dan keluarga merasakan bahagia jika dapat membantu orang lain,’’ kata dia.

Kendati banyak materi yang dikeluarkan, Santoso yang bekerja sebagai petani ini tak pernah kesulitan. “Alhamdulillah cukup. Kami dan keluarga bisa hidup bahagia dan membantu orang lain,’’ ungkapnya.

Sederet aksi sosial yang dilakukan, Santoso selalu terkenang saat gelombang kedua Covid-19. Yakni pertengahan tahun 2021 lalu. Banyak pasien Covid-19 meninggal dunia. Santoso terlibat dalam tim pemulasaraan jenazah. Lebih dari 100 jenazah Covid-19 dikebumikan olehnya.

“Kami pernah kewalahan, karena harus memakamkan lebih dari tujuh jenazah dalam sehari. Tapi ya bagaimana lagi, apapun mereka yang sudah meninggal tetap punya hak untuk dimakamkan. Sehingga kami pun meskipun kondisinya lelah, jam berapapun tetap memakamkan,’’ katanya.

Meskipun urus jenazah akibat terpapar Covid-19 dan melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan, bapak satu anak ini tak terinfeksi Virus Korona. Hingga sekarang dia mengaku selalu sehat.

“Kalau memakamkan kita patuhi protokol kesehatan. Termasuk sekarang, tetap mematuhi protokol kesehatan dan ikut vaksin. Alhamdulillah, meskipun kerap bersinggungan dengan Covid-19, kami dan keluarga belum pernah terpapar Covid-19,’’ pungkasnya. (ira ravika/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img